Sekitar seminggu lalu, di beberapa media ada berita soal puluhan mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) menyatakan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Berita ini mendeskripsikan bahwa di kabupaten Bandung khususnya di Koramil Cilengkrang sekitar 50 orang yang dulunya adalah simpatisan dan mantan NII.Â
Ada pula mantan anggota Khifatul Muslimin yang terherak hatinya untuk meninggalkan kegiatannya di organisasi lama dan bersumpah setia pada NKRI. Diantara para anggota NII dan KM ini ada yang sempat menjadi camat. Mereka menyatakan keluar dari NII karena mendapati banyak kejanggalan dan merasa tidak nyaman.
Pada deklarasi ini mereka menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan mengucapkan azaz tunggal Pancasila. Peristiwa itu disaksikan oleh Pangdam III Siliwangi, Mayor Jederal Kunto Arief Wibowo. Pemerintah menurut Pangdam, akan menjaga warga eks NII ini agar tidak kembali pada ideologi yang menyesatkan.
Bagi awam, mungkin peristiwa ini biasa saja, sama dengan pemberitaan lainnya di media massa. Namun sebenarnya tidak sesederhana yang dipikirkan orang. Kenapa?
NII yang muncul puluhan tahun lalu itu, sebenarnya sudah tak tersisa dan kemungkinan untuk mewujudkan cita-cita mereka membentuk negara berdasarkan syariat Islam adalah kecil sekali. Bahkan organisasi mereka juga sudah dibubarkan oleh pemerintah.
Namun rupanya, cita-cita mereka untuk mewujudkan negara dengan landasan syariat Islam tidak pernah padam. Hal ini dengan keyakinan bahwa selain sebagian besar penduduk Indonesia menganut agama Islam, tapi juga karena meyakini bahwa landasan syariat Islam adalah terbaik untuk negara yang mayoritas beragama Islam. Â Cita-cita ini seakan tak pernah padam mengingat piagam Jakarta yang memuat soal syariat Islam tidak dipakai dalam Pancasila.
Bahkan setelah dibubarkan pemerintah dan dinyatakan terlarang, mereka masih saja beroperasi dengan sembunyi-sembunyi. Mereka hidup dengan pertemuan-pertemuan rahasia, hubungan-hubungan informal sampai pada pengajian-pengajian tertutup yang diikuti oeh para simpatisan mereka. Hidup dan berkembang tertutup seperti itu memungkinkan mereka tetap ada sampai sekarang.
Namun seperti yang diungkapkan oleh beberapa orang bahwa mereka merasa tidak nyaman dengan kegiatan seperti itu. Selain itu, mereka juga menemukan banyak sekali kejanggalan-kejanggalan dalam kegiatannya.
Seperti kita tahu bahwa Indonesia yang punya banyak keberagaman memungkinkan seseorang bisa dengan baik berhubungan dengan yang lain tanpa sekat dan restriksi yang berlebihan. Tetangga di depan mungkin saja beragama Hindu.Â