Akhir-akhir ini sering kita mendengar seorang tokoh masyarakat bahkan seorang yang dituakan di lingkungan nanya karena jabatan dan pengetahuannya, ditangkap aparat keamanan karena radikalisme dan terorisme. Masyakarat kaget dan tidak menyangka hal-hal negatif yang mungkin dilakukan oleh tokoh tadi.
Contoh yang paling nyata adalah penangkapan seorang anggota salah satu ormas keagamaan ternama dengan dugaan punya kaitan dengan jaringan radikal dan terorisme. Di media kita juga tahu kisah seorang yang dikenal sangat dermawan ternyata selama ini dia mendapatkan banyak donasi dari berbagai pihak dan digunakan untuk kegiatan radikal dan perbuatan melawan hukum.
Penangkapan oleh aparat ini tentu saja tidak terjadi dengan instan. Aparat tentu sudah mengantongi data perilaku yang bersangkutan. Data jaringan komunikasi bisa dengan mudah diperoleh aparat dari kantor komunikasi seluler dan jaringan internet.Jaringan dana bisa didapat dari bank. Jika ybs menggunakan kode-kode dan nama samaran, tentu aparat akan menyelidikinya.
Pada masa digital seperti sekarang ini, jaringan digital atas berbagai hal bisa ditelusuri dan mendeteksi kejahatan dengan lebih mudah. Kita mungkin masih ingat beberapa jaringan yang terkait terorisme diciduk aparat di berbagai daerah seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten maupun DKI Jakarta. Bahkan juga di beberapa daerah di luar Jawa seperti di NTB, di Sumatera Utara bahkan di Makassar.Â
Mereka yang terdidik bisa saja seorang pedagang di pasar, bahkan seorang Jika aparat menggunakan berbagai alat dan metode untuk mendapatkan pelaku radikalisme bahkan terorisme, bagaimana masyarakat dapat mendeteksinya ? Mungkin tidak mudah, karena sering sekali yang bersangkutan tidak menunjukkan perilaku khusus.Â
Namun dari berbagai pengalaman, kita sebagai masyarakat tetap bisa melihat perubahan dari diri pelaku. Semisal, pelaku lebih rajin beribadah, namun dengan sikap dan perilaku yang agak berbeda dengan sebelumnya. Tidak mau menyetujui orang lain untuk sekadar bersalaman meski itu adalah ibunya sendiri. Bisa juga dengan mulai menjauhi hal hal tertentu seperti sama sekali tidak mau berurusan dengan bank dan bahkan memberi doktrin itu kepada lingkungan terdekatnya.
Atau bisa juga seseorang berubah sikap dari biasa-biasa saja kemudian jadi penyendiri. Saat di rumah, dia hanya sibuk dengan gadgetnya atau komputer di kamar. Perilaku nya juga berubah, terasa menjadi orang asing bagi keluarganya sendiri: ayah atau ibunya. Kita sebagai salah satu anggota keluarga itu harus mampu mendeteksi perilaku berbeda seperti itu, jangan sampai mengarah ke hal yang negatif. Karena kita tahu, terorisme bukan sekadar tindak kekerasan, tetapi juga keyakinan (paham) yang merubah sikap, perilaku dan ideologi seseorang untuk melakukan tindakan kekerasan. Dalam rangkaian terorisme adalah proses radikalisasi, propaganda narasi dan indoktrinasi yang harus bisa dilakukan oleh seluruh masyarakat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H