Mohon tunggu...
chitania sari
chitania sari Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ekstremisme dan Dunia Pendidikan Kita

25 Juni 2021   14:53 Diperbarui: 25 Juni 2021   15:04 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin sebagian dari kita masih ingat hasil beberapa penelitian soal intoleransi dan radikalisme yang diakakan oleh beberapa lembaga dan para akademisi.Hasil pengamatan dan penelitian itu memberi gambaran kepada kita semua bahwa sikap intoleransi dan tindakan terorisme masih saja ada di negara kita. Sejak bom Bali 1 tahun 2002, sikap intoleransi, radikalisme dan terorisme masih saja ada.

Bahkan kita bisa melihat gambaran sikap sikap yang berbasis kekerasan atau lebih dikenal sebagai ekstremisme semakin menggila dengan menghalalkan semua cara, termasuk dilakukan tidak saja oleh kelompok namun juga oleh para lone wolf alias bertindak sendiri secara pribadi.

Sasarannya juga meluas; tidak saja ditujukan pada orang-orang asing seperti bom bali, tapi juga  mengarah pada property milik asing seperti hotel Marriot atau kedutaan besar milik negara sahabat. Lalu berkembang lagi; tidak saja menyasar orang asing namun juga menyasar orang kita (lokal) namun yang berbeda pandangan dan keyakinan. Lalu menyasar tidak pada orang yang mereka anggap kafir, namun juga pada aparat keamanan seperti yang terjadi di Surabaya, jakarta dan Solo karena aparat keamanan dalam hal ini polisi dianggap sebagai thogut.

Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa ekstremisme bahkan sudah mengarah pada dunia pendidikan; mulai dari bahan ajar sampai bahan ujian sampai pada bentuk karnaval yang melihatkan PAUD. Jika bisa kita sampaikan di sini intoleransi agama dan keyakinan yang ditanamkan oleh dunia pendidikan semakin memperlihatkan bahwa banyak orang yang tidak bisa menerima an menghargai perbedaan.

Menerima dan menghargai perbedaan ini sangat penting bagi kita semua sebagai warganegara karena pada hakekatnya negara tidak mengistimewakan satu kelompok mayoritas atau kelompok tertentu . Artinya semua warna dan perbedaan yang ada pada warga adalah sama di mata negara. Semuanya dilindungi dan negara dituntut dengan keras untuk mengupayakan ini.

Ekstremisme di dunia pendidikan mau tidak mau harus diakui bahwa ini sangat berbahaya bahkan akan mengancam kita 10-20 tahun yang akan datang, karena intoleransi ditanamkan di benak anak-anak yang akan memimpin bangsa ini 20 -30 yang akan datang. Intoleransi memperlihatkan bahwa pihak tertentu punya kecenrungan untuk merasa lebih tinggi dan berbeda dengan yang lain.

Karena itu, keputusan pemerintah untuk mengeluarkan pepres soal terorisme yang dilakukan Januari lalu merupakan langkah yang tepat. Perpres soal ektremisme yang mengarah pada terorisme didasarkan akan keinginan demia kebahagiaan dan rasa aman untuk semua warga negara Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun