Mohon tunggu...
chitania sari
chitania sari Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tahun Ini Harus Jadi Momentum Dunia Maya yang Damai

9 Januari 2018   00:16 Diperbarui: 9 Januari 2018   00:28 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di masa emas dunia digital di Indonesia seperti sekarang ini informasi yang menyimpang (baca : menipu) sangat dominan beredar di Indonesia. Hoax atau berita yang menipu itu bersama-sama dengan konten lainnya seperti narasi kekerasan dan pornografi merajai dunia maya termasuk situs online, media sosial sampai aplikasi chatting di smartphone.

Konyolnya berbagai narasi itu ditelan mentah-mentah oleh masyarakat sehingga mempengaruhi sendi kehidupan seperti hubungan dengan manusia lainnya, sektor pendidikan, agama dan lain-lain. Iniyang sering membuat prihatin banyak orang.

Kenapa orang Indonesia senang dan punya kecenderungan menyebarkan hoax dan narasi kekerasan ? Pertama adalah boomingnya penggunaan smartphone, kedua budaya dan ketiga rendahnya intervensi literasi di tingkat rakyat Indonesia.

Data menunjukkan penggunaan smartphone di Indonesia adalah termasuk lima besar di dunia. Angka ini cukup besar karena penduduk Indonesia kini mencapai sekitar 260 juta jiwa. Jika separoh saja yang menggunakan smartphone maka itu sama dengan 120 juta smartphone. Dan jika separoh masyarakat dari angka itu menggunakan dua smartphone maka angkanya mencapai 180 juta jiwa. Itu adalah jumlah yang sangat besar. Dipercaya bahwa jumlah smartphone yang beredar di Indonesia lebih dari jumlah itu.

Kedua, budaya di Indonesia sangat terbuka dengan orang lain. Informasi diterima tanpa mengecek kebenarannya, dan dia merasa hebat karena pertama kali menyebarkannya kepada yang lain. Tak heran jika satu informasi bisa menyebar dengan cepat ke masyarakat secara luas. Budaya (menyebarkan informasi) sukarela ini amat menyulitkan dan membuat rumit jika menyangkut informasi yang tidak benar atau hoax sampai informasi yang mengandung kekerasan.

Ketiga tingkat literasi masyarakat Indonesia amat rendah karena tingkat literasi Indonesia kedua terbawah setelah negara Botswana di Afrika. Ini setelah studi terhadap 61 negara yang dilibatkan daam studi tersebut. Indonesia menempati urutan ke 60 soal minat baca masyarakatnya. Terlihat disini bahwa orang Indonesia lebih senang merumpi dibanding membaca.

Tiga hal itu menyebabkan "meledaknya" hoax dan narasi kekerasan di Indonesia. Hoax adalah hal berbahaya yang akibatnya bisa sangat merugikan bagi pihak yang menjadi korban. Begitu juga narasi kekerasan. Narasi kekerasan yang beredar di dunia maya sering memikat anak-anak muda karena mereka menganggap itu merupakan kebenaran. Karena dianggap sebagai kebenaran maka 'ajaran-ajarannya' itu diikuti oleh mereka dan kemudian dijalankan , padahal ajaran itu salah atau tidak sesuai dengan konteks dan situasi di Indonesia. Ini merupakan tantangan sendiri bagi Indonesia dan masyakaratnya.

Dengan sadar pada peta situasi yang seperti ini maka kita harus sadar membantu dan mengajak pihak lain untuk mewujudkan dunia maya yang bebas dari hoax dan narasi kekerasan. Tahun ini mungki bisa jadi momentum mewujudkan dunia maya Indonesia yang damai, tanpa hoax dan narasi kekerasan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun