Sejak invasi Rusia ke Ukraina 24 Februari 2022 yang lalu pemimpin Gereja Ortodoks Rusia telah mendukung tindakan invasi Rusia ke Ukraina dan menyalahkan Barat, NATO dan Amerika.
Dukungan Patriark Kirill untuk invasi Rusia ke negara Ukraina yang mana jutaan umat Ortodaok Ukraina adalah anggota gerejanya sendiri, dan membuat para kritikus menyimpulkan bahwa kepemimpinan Ortodoks telah menjadi tangan kanan negara dan hal merupakan peran yang biasa dimainkannya.
Pada fakta sejarahnya hubungan ini sebenarnya jauh lebih rumit. Hubungan antara gereja dan negara Rusia telah mengalami transformasi sejarah yang intens di Rusia, paling tidak dapat dilihat di beberapa abad yang lalu.
Dukungan gereja terhadap Kremlin saat ini tak terelakkan namun keputusan yang disengaja ini perlu dipahami lebih jauh terutama oleh dunia luar.
Selama berabad-abad, para pemimpin di Byzantium dan Rusia menghargai gagasan Gereja Ortodoks dan negara yang bekerja sama secara harmonis dalam tidak seperti hubungan mereka yang lebih kompetitif di beberapa negara Barat.
Namun, pada awal 1700-an, Tsar Peter Agung melembagakan reformasi untuk kontrol yang lebih besar atas gereja menjadi bagian dari upayanya untuk membuat Rusia lebih seperti Eropa Protestan.
Mereka tidak membela monarki di saat-saat terakhirnya selama Revolusi tahun 1917, dengan harap akan mengarah pada "kebebasan gereja dalam negara merdeka"Bolshevik yang merebut kekuasaan, bagaimanapun, menganut ateisme militan yang berusaha untuk mensekularisasikan masyarakat secara total. Mereka menganggap gereja sebagai ancaman karena hubungannya dengan rezim lama.
Serangan terhadap gereja dimulai dari tindakan hukum seperti penyitaan properti hingga eksekusi terhadap para pendeta yang dicurigai mendukung Gerakan kontra-revolusi.
Patriark Tikhon, kepala Gereja selama Revolusi, mengkritik serangan Bolshevik terhadap Gereja, tetapi penggantinya, Uskup Metropolitan Sergy, membuat deklarasi kesetiaan kepada Uni Soviet pada tahun 1927. Namun Penganiayaan terhadap komunitas pemeluk agama terus meningkat, dan puncaknya terjadi selama Teror Besar 1937-1938, ketika puluhan ribu pendeta dan umat biasa dieksekusi atau dikirim ke Gulag. Sehingga Pada akhir tahun 1930an, Gereja Ortodoks Rusia hampir hancur.
Pada saat Invasi Nazi keadaa itu berubah sangat dramatis. Josef Stalin sang pemimpin Revolusi membutuhkan dukungan rakyat untuk mengalahkan Jerman dan mengizinkan gereja dibuka kembali. Namun penggantinya, Nikita Khrushchev, menghidupkan kembali kampanye anti-agama pada akhir 1950-an, dan selama sisa periode Soviet, gereja dikontrol dengan ketat dan disingkirkanrkan.