Mohon tunggu...
Chintya Rifananda
Chintya Rifananda Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Ilmu Politik

A good job isn't a perfect job, but a finished job #TalkLessDoMore

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penalaran Sistem Demokrasi Pancasila dalam Praktik Pemerintahan Adat Suku Dayak

27 Februari 2023   20:23 Diperbarui: 27 Februari 2023   20:36 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam budaya lokal Nusantara terdapat pemikiran adanya hubungan antara politik dan negara yang dilihat dari susunan masyarakat tertentu di suatu wilayah tertentu, baik kecil maupun besar yang bercampur dengan segala macam sendi kehidupan dari masyarakat terutama dengan masalah kepercayaan dan agama.

Dan pemikiran ini menjadi falsafah hidup hasil kebudayaan asli sebagai aliran pikiran yang masih tetap hidup didalam masyarakat dan berpengaruh jelas terhadap sebagian anggotanya. Demokrasi yang semakin berkembang di negara indonesia membangunkan praktik masa lalu masyarakat asli agar kembali dipraktikkan masa sekarang, termasuk membangkitkan masyarakat adat. 

Suku Dayak Ma'anyan memperkuat nilai-nilai adat yang bersumber dari pemikiran masa lalu yang telah terepresentasi melalui kebangkitan lembaga adat Dayak dalam memperjuangkan hak-hak tradisional mereka. Hal tersebut membuat penonjolan pada identitas etnis suku Dayak Ma'anyan dalam pemerintahan yang menempatkan budaya lokal, etnisitas, ras, agama yang akan berguna untuk melawan tendensi dominasi dan penaklukan Barat, serta menjadi sebuah upaya menuangkan "wajah asli" pemerintahan tradisional dalam praktik pemerintahan modern yang telah gencar saat ini. 

Nilai-nilai suku Dayak Ma'anyan terkait pemerintahan adalah suatu syarat menjadi pemimpin pemerintahan haruslah menguasai aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat (menguasai hukum adat), melalui proses pembelajaran kepemimpinan dan kekuasaan (ada jenjang kaderisasi dan pendidikan), memahami prinsip senioritas (pembatasan usia), memahami cara menciptakan kesejahteraan bagi rakyat, dan ada hak rakyat dalam kekuasaan sebagai mekanisme kontrol terhadap pemimpin melalui lembaga perwakilan (Dayak Ma'anyan = Dewan Adat), memahami hak menolak bertemu pemimpin (Dayak Ma'anyan = Budaya Paut) apabila berlaku tidak adil, serta memahami hak tidak dapat memilihnya atau dicalonkan kembali apabila kepemimpinannya gagal menciptakan kesejahteraan (Kisno Hadi, 2021).

Dalam hal ini, puncak perwujudan budaya politik asli masyarakat Indonesia tampak jelas dalam tradisi demokrasi yang telah lama hidup di kehidupan masyarakat adat asli Indonesia. Tradisi demokrasi ini dapat bertahan hingga saat ini karena masih adanya tempat di nusantara yang tidak sepenuhnya dimiliki raja atau pemerintah tetapi melainkan dimiliki bersama oleh masyarakat asli desa (adat) setempat. 

Demokrasi tersebut masih dijumpai dalam praktik-praktik kehidupan kelompok-kelompok masyarakat hukum adat, desa, kuria, marga, nagari, dan wanua. Seperti halnya Suku Dayak Ma'anyan terdapat 3 aturan yang mengatur tentang pemerintahan, yaitu Pertama, Dudus (pelantikan pemimpin); Kedua, Tutur Mantir (golongan Pemimpin, ada susunan masyarakat); dan Ketiga, Kawit Kinte (proses belajar kepemimpinan). Dalam buku hukum adat Dayak Ma'anyan, Dudus merupakan tingkat hukum ke-12, Tutur Mantir sebagai tingkat hukum ke-16 dan Kawit Kinte sebagai tingkat hukum ke-24

Namun, kondisi saat ini sejak pengintegrasian struktur pemerintahan adat suku Dayak ke dalam pemerintahan kolonial Belanda dan dilanjutkan era Indonesia merdeka, masyarakat suku Dayak Ma'anyan lebih akrab menggunakan istilah Kampung untuk menggantikan istilah Tumpuk sebagai padanan istilah Desa.

Sehari-hari di desa-desa pedalaman Kalteng wilayah suku Dayak Ma'anyan di Kabupaten Barito Selatan dan Barito Timur mereka tetap menggunakan istilah Tumpuk dalam bahasa sehari-hari. Kata Kampung digunakan bila berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan tamu yang datang dari luar daerah. 

Dan pemegang kekuasaan adat sekarang tidak lagi terbatas dari kelompok Tutur Mantir, melainkan sudah mencair dan bisa dipegang oleh semua kelompok masyarakat. Hal ini berarti telah adanya penyesuaian sistem demokrasi Pancasila sebagai sistem politik Nasional dengan Sistem Politik lokal pada suku Dayak Ma'anyan sehingga mengakibatkan munculnya sistem politik Tingkat Lokal pada suku Dayak di Kalimantan Tengah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun