perawat memiliki perspektif atau pandangan yang bekaitan dengan salah satu tujuan yang ingin dicapai dari program tersebut yaitu mengatasi masalah stunting (Widyastuti, 2024).
Pesta demokrasi tahun 2024 telah usai, Presiden dan wakil presiden terpilih yaitu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming raka akan menggantikan kepemimpinan Joko Widodo dan Makruf Amin yang telah berkuasa selama satu dekade. Janji-janji politik yang telah digaungkan selama kampanye akan ditagih oleh masyarakat. “Makan Siang Gratis” merupakan salah satu program andalan yang menuai banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat dan ahli. Berbagai pertanyaan terkait dengan bagaimana mekanisme pemberian makan siang gratis, bagaimana pembiyayaan dan apa manfaat dari makan siang gratis masih menjadi pedebatan yang sengit. Dalam menanggapi janji presiden terpilih “Makan Siang Gratis Untuk Anak Sekolah”Stunting dapat di definisikan kekurangan gizi kronis pada anak sehingga tinggi badan lebih pendek daripada usia (Khan et al., 2019). Efek yang di timbulkan dari stunting tidak hanya kekerdilan akan tetapi juga akan berdampak terhadap perkembangan otak anak (Julianti & Elni, 2020). Anak yang mengalami stunting memiliki resiko yang lebih tinggi mempunyai IQ yang rendah jika dibandingkan populasi yang memiliki pertumbuhan normal (Islam et al., 2020). Kesehatan dan gizi anak-anak merupakan pilar utama dalam menciptakan generasi yang sehat, cerdas, dan produktif. Salah satu kebijakan terbaru yang menarik perhatian publik adalah janji Presiden Terpilih untuk memberikan "Makan Siang Gratis untuk Anak Sekolah". Kebijakan ini bukan hanya sebuah langkah dalam meningkatkan kesejahteraan anak-anak, tetapi juga memegang peranan penting dalam mendukung pendidikan dan kesehatan nasional
. Sebagai seorang perawat, penulis memiliki pandangan khusus terhadap implikasi kesehatan dari program ini. Penulis memiliki keyakinan anak-anak yang mendapatkan nutrisi cukup dan seimbang akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik, kemampuan kognitif yang optimal, serta perkembangan fisik yang normal. Studi menunjukkan bahwa kekurangan gizi pada masa kanak-kanak dapat berdampak jangka panjang terhadap kesehatan, termasuk peningkatan risiko penyakit kronis di masa dewasa (Akram et al., 2018). Peran perawat dalam hal ini bisa sangat krusial, baik dalam memberikan edukasi gizi yang tepat kepada anak-anak dan orang tua, maupun dalam memastikan bahwa program makan siang ini memenuhi standar kesehatan yang dibutuhkan. Melalui perspektif perawat, esai ini akan mengulas rasionalitas janji Presiden Terpilih "Makan Siang Gratis untuk Anak Sekolah", apakah dengan kebijakan yang akan diterapkan dapat mecapai tujuan yang diharapkan, serta rekomendasi untuk mengoptimalkan program tersebut.
Janji Presiden terpilih “Makan Siang Gratis” yang bertujuan untuk menuntaskan stunting di Indonesia jika dilihat dari perspektif perawat tidak akan dapat mencapai tujuan tersebut. Banyak faktor yang dapat menyebabkan stunting. Berat badan lahir, lokasi tempat tinggal, usia awal kehamilan, berat badan lahir dan nutrisi menjadi faktor utama yang menyebabkan stunting(Jokhu & Syauqy, 2024). Dari berbagai faktor yang dapat menyebabkan stunting, intervensi gizi merupakan solusi paling efektif untuk mencegah stunting pada anak. Akan tetapi, upaya intervensi gizi yang akan dilakukan pasangan terpilih berupa makan siang gratis adalah upaya yang irrasional dalam pencegahaan stunting pada anak. Alasanya adalah, untuk mencegah stunting pada anak maka intervensi gizi harus dimulai ketika ibu mengandung sampai dengan 1000 hari pertama kehidupan. Asumsi ini di dukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Angula et al, (2024) yang menyatakan bahwa 1000 hari pertama kehidupan anak adalah fase terpenting untuk mencegah terjadinya stunting pada anak. Selain itu penelitian yang juga mendukung dilakukan oleh (Jokhu & Syauqy, 2024) dimana dalam penelitian tersebut didapatkan hasil anak dengan rentang usia 12-23 bulan memiliki resiko stunting sebanyak 3 kali jika dibandingkan dengan rentang usia diatasnya. Berdasarkan berbagai penelitian dan literatur ilmiah pencegahan stunting, intervensi gizi yang diperlukan untuk mengatasi stunting adalah pemenuhan gizi ibu hamil dan 1000 hari pertama kehidupan anak. Hal ini, menjadikan janji politik “Makan Siang Gratis” tidak relevan dengan tujuan utama dibentuknya program ini yaitu mengatasi masalah stunting di Indonesia. Program pemberian gizi pada ibu hamil dan juga balita seharusnya menjadi program utama yang harus dijanjikan pasangan terpilih jika memang ingin menuntaskan stunting di Indonesia. Solusi lain yang dapat digunakan pasangan terpilih adalah dengan menganti program “Makan Siang Gratis” diubah menjadi “Pemberian Nutris Tambahan Untuk Anak Sekolah” Berbeda konsep dengan makan siang gratis dimana pada program makan siang gratis direncanakan akan diberikan 1 porsi makanan utuh. Program pemberian nutrisi tambahan ini di sesuaikan dengan kebutuhan nutrisi utama yang diperlukan anak untuk memaksimalkan pertumbuhan dan perkembanganya. Pemberian nutrisi tabahan tentunya harus memperhatikan rentang usia, jenis kelamin dan juga faktor kondisi geografis. Pemberian nutrisi tambahan ini harus didahului dengan penelitian dan serangkaian kajian nutrisi. Sebagai contoh sebanyak 22,7 % remaja putri berusia lebih dari 15 tahun menderita anemia (Kemenkes RI, 2018). Maka dengan hasil seperti ini, jika dijalankan program “Pemberian Tambahan Nutrisi Anak Sekolah” maka pada remaja putri pada jenjang SMP dan SMA diberikan nutrisi tambahan berupa zat besi alih alih diberikan makanan utuh 1 porsi. Oleh sebab itu, penulis meyakini pemberian nutrisi tambahan pada anak sekolah lebih effektif jika dibandingkan dengan makan siang gratis.
Kesimpulan yang dapat diambil dari essay ini adalah, Janji presiden terpilih berupa “Makan Siang Gratis” yang bertujuan untuk mengatasi masalah stunting jika di padang dari sudut pandang perawat tidak lah rasional, “Makan Siang Gratis” tidak akan dapat menyelesaikan masalah stunting yang terjadi pada anak. Kemudian jika kebijakan ini ingin dijalankan penulis merekomendasikan pergantian program yang semula “Makan Siang Gratis” menjadi “Pemeberian Nutrisi Tambahan Pada anak Sekolah” tentunya agar program ini dapat terlaksana dengan baik, diperlukanya penelitian, monitoring dan evaluasi secara berkala. Jangan sampai program yang nantinya akan dijalankan hanya akan membebani APBN tanpa menunjukan hasil yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Akram, R., Sultana, M., Ali, N., Sheikh, N., & Sarker, A. R. (2018). Prevalence and Determinants of Stunting Among Preschool Children and Its Urban–Rural Disparities in Bangladesh. Food and Nutrition Bulletin, 39(4), 521–535. https://doi.org/10.1177/0379572118794770
Angula, M., Ishola, A., Tjiurutue, M., Chigonga, N., Sulyok, M., Krska, R., Ezekiel, C. N., & Misihairabgwi, J. (2024). Association of food consumption patterns and nutritional status of children under 5 years from rural households in Northern regions, Namibia. BMC Nutrition, 10(1). https://doi.org/10.1186/s40795-024-00833-1
Islam, M. S., Zafar Ullah, A. N., Mainali, S., Imam, M. A., & Hasan, M. I. (2020). Determinants of stunting during the first 1,000 days of life in Bangladesh: A review. Food Science and Nutrition, 8(9), 4685–4695. https://doi.org/10.1002/fsn3.1795
Jokhu, L. A., & Syauqy, A. (2024). Determinants of concurrent wasting and stunting among children 6 to 23 mo in Indonesia. Nutrition, 122. https://doi.org/10.1016/j.nut.2024.112390
Julianti, E., & Elni. (2020). Determinants of stunting in children aged 12-59 months. Nurse Media Journal of Nursing, 10(1), 36–45. https://doi.org/10.14710/nmjn.v10i1.25770