Mohon tunggu...
Chindita Tri Maharani
Chindita Tri Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Seorang dengan kepribadian ekstrovert sehingga cenderung lebih mudah bergaul dengan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lantas Apa yang Masih Bisa Diandalkan dengan Hukum di Indonesia?

7 Juni 2022   20:20 Diperbarui: 7 Juni 2022   20:26 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Hukum merupakan suatu batasan yang memiliki isi, yaitu peraturan yang dapat berupa norma dan sanksi. Tujuan dari hukum sendiri adalah untuk mengatur segala tingkah laku manusia supaya dapat tercipta suatu keadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Demi memastikan suatu norma dalam hukum bisa ditegakkan secara baik, maka sangat diperlukan penegakan hukum yang baik juga. Penegakan hukum bertujuan untuk meningkatkan ketertiban hukum dalam masyarakat. 

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hukum, diantaranya yaitu kesadaran masyarakat terhadap hukum serta mayoritasnya disebabkan oleh aparat penegak hukum itu sendiri. Oleh karena itu, saat ini mulai banyak peraturan hukum yang tak terlaksana dengan baik sebab masih terdapat oknum-oknum penegak hukum yang tak melakukan ketentuan hukum sebagaimana seharusnya.

Sebagai contoh, pada kasus Setya Novanto yang telah melakukan korupsi e-KTP dan sudah berjalan hampir 1 tahun. Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun pada saat itu sempat memiliki kendala dalam penangkapan politikus tersebut. Namun, ini bukan pertama kalinya Setya Novanto dikaitkan dengan kasus korupsi, tetapi beberapa kali pula Setya Novanto lolos dari jerat hukum bahkan ada yang dipetieskan kasusnya. Dimulai dari kasus yang menjerat Setya Novanto untuk pertama kalinya, yaitu pada kasus Cassie Bank Bali pada tahun 1999.  Pada saat itu, kasus ini sangat terkenal dimana Bank Bali memberikan transfer Rp 500 Miliar lebih kepada PT Era Giat Prima. Cassie Bank Bali ini merupakan pengalihan hak tagih piutang kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Ini sangat merugikan negara dengan jumlah Rp 904,64 Miliar. Kasus ini meletup setelah Bank Bali mentransfer Rp 500 Miliar lebih ke PT Era Giat Prima yang merupakan milik Setya Novanto. Kemudian, kasus ini mendapatkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Kejaksaan Agung.

Kasus kedua Setya Novanto, yaitu kasus penyelundupan beras Vietnam pada tahun 2003. Jadi, terdapat pemindahan beras Vietnam sebanyak 60 ribu ton yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 122,5 Miliar. Kemudian, pada 27 Juli 2006, Setya Novanto hanya diperiksa satu kali oleh Kejaksaan Agung. Lalu tidak ada lagi perkembangan kasusnya sampai hari ini. Kasus berikutnya, yaitu korupsi proyek PON Riau 2012. Pada saat itu, Setya Novanto sempat digeledah ruangannya karena ia diduga memberikan dana kepada beberapa anggota DPR RI untuk memuluskan anggaran PON dalam APBN. Setya Novanto diperiksa sebagai KPK sebanyak 2 kali. Namun, pada saat itu ia lolos dari KPK. 

Kasus yang menjeratnya kemudian adalah "Papa Minta Saham" 2015. Ia mencatut nama Presiden & Wakil Presiden untuk meminta saham di Freeport. Hasilnya, pada saat itu Setya Novanto diberhentikan dari posisinya sebagai Ketua DPR, tetapi tidak dipecat keanggotaannya sebagai anggota DPR. Namun, lagi-lagi Kejaksaan Agung menghentikan penyelidikan kasus ini. Hingga pada kasus kelima yang menjeratnya, yaitu korupsi proyek pengadaan e-KTP. Setya Novanto membagi-bagi Fee proyek e-KTP kepada sejumlah anggota DPR. Dugaan kerugian negara yang ditimbulkan sebesar 5,9 Triliun.

Berdasarkan beberapa kasus yang telah menjerat Setya Novanto, bisa dilihat bahwa penegakan hukum di Indonesia masih tergolong rendah. Penegakan hukum yang adil dan tepat bagi semua kalangan di Indonesia kerap dipertanyakan. Pasalnya, vonis bagi pelaku korupsi pada beberapa kasus jauh lebih ringan dibandingkan dengan vonis atas kasus pencurian yang menimpa warga biasa. Padahal, keduanya sama-sama mengambil sesuatu yang bukan diperuntukkan baginya. Kita tidak lagi melihat secara jernih dari negara hukum, tetapi lebih ke seperti negara kekuasaan dimana yang memiliki kekuatan, uang, dan kuasa maka dialah yang kemudian lebih berpotensi untuk terbebas dari hukuman yang berat. Namun, rakyat-rakyat biasa yang mempunyai posisi lebih lemah maka tidak akan menemukan kekuatan mereka di mata hukum. 

Tidak hanya kasus Setya Novanto, melainkan juga pada kasus Novel Baswedan dimana tuntutan yang diterima pelaku tidak setimpal dengan apa yang dirasakan oleh korban. Hal ini tentu sangat melukai keadilan masyarakat dan itu merupakan cerminan dari bagaimana sanksi yang dialami oleh banyak orang di berbagai wilayah Indonesia. Jadi, masyarakat biasa seringkali mendapatkan kekerasan serta harus melalui proses hukum yang sangat panjang dan berat. Tetapi, jika kita melihat para koruptor itu sangat berbanding terbalik apalagi sekarang banyak putusan PK yang oleh Mahkamah Agung diringankan putusannya. Jadi, hukum terlihat tajam ke bawah tumpul ke atas.

Hal yang bisa dilakukan oleh masyarakat sebagai warga negara jika menghadapi atau mengalami kasus hukum agar tidak kemudian menghadapi kesewenang-wenangan atau bisa berada dalam kondisi ketidakadilan dalam tatanan hukum di Indonesia, yaitu masyarakat harus memiliki pendamping sehingga sebisa mungkin mencari LBH terdekat jika terdapat masalah. Jadi, kuncinya adalah masyarakat harus berani dan tahu caranya. Selain itu, kita sebagai masyarakat juga harus belajar hukum hingga belajar bagaimana melaporkan aparat atau oknum-oknum yang melanggar. Hal tersebut harus dipelajari supaya masyarakat tidak takut untuk melapor. Selain itu, teladan baik, integritas, dan moralitas aparat penegak hukum mutlak harus baik karena mereka sangat rentan serta terbuka peluang bagi praktik suap dan penyelahgunaan wewenang. Uang dapat mempengaruhi proses penyidikan, proses penuntutan, dan putusan yang dijatuhkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun