Mohon tunggu...
Sadzikri
Sadzikri Mohon Tunggu... Pelajar -

Pelajar SMA | Sejarah adalah pelajaran favorit saya | Menyukai politik karena politik itu seni realis terbaik | Juga seorang penggemar budaya pop Jepang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Pernah Memakai Masker di Jepang Kalau Tidak Perlu

2 Januari 2018   19:04 Diperbarui: 3 Januari 2018   07:59 2671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai remaja yang tumbuh dikelilingi budaya pop dari Jepang, saya sering pergi ke acara-acara festival atau pameran yang berkaitan dengan budaya pop Jepang dari tingkat lokal hingga nasional. 

Di acara tersebut, saya sering kali melihat beberapa orang yang memakai masker dari masker rumah sakit, masker polos, hingga masker bermotif imut (yang sayangnya digunakan oleh laki-laki). Lama kelamaan, Saya melakukan hal yang sama juga dikarenakan bentuk wajah saya memiliki 'keunikan' sehingga kadang tidak percaya diri.

Ketika saya mengikuti kegiatan homestay ke Jepang pada bulan April 2017, terbesit di pikiran saya "bagaimana kalau saya mencoba memakai masker di sana selama seharian". 

Dengan alasan sakit (saya sempat sakit beberapa hari sebelum berangkat), saya membawa cukup banyak masker untuk mencoba hal tersebut. Sebagai remaja yang dipenuhi rasa penasaran, tentu saya sangat antusias dengan 'eksperimen' ini (padahal saya sehat-sehat saja). Saking antusiasnya, saya bahkan sudah mulai memakainya sejak masih berada di terminal Bandara Soekarno-Hatta.

Bagaimana kesimpulan saya dengan 'eksperimen' tersebut? Menyesal, benar-benar menyesal. Harapan saya yang awalnya baik ternyata memiliki realita yang sangat-sangat jauh dari ekspektasi, bahkan dari ekspektasi terburuk yang saya pikirkan. Beberapa poin penting yang membuat saya sangat menyesal sampai sekarang dengan memakai masker adalah sebagai berikut.

1. Menyiksa pernafasan dan wajah bagian bawah

Bulan April di Jepang memang sudah masuk ke musim semi, namun suhu rata-rata masih cukup rendah untuk ukuran orang Indonesia (10-20 derajat celcius). Ketika bagian badan yang lain berasa sejuk-sejuk menggigil, bagian yang ditutupi masker malah berasa basah, gerah, dan berkeringat akibat pengap. 

Selain itu, karena kegiatan transportasi di Jepang didominasi berjalan kaki dan menggunakan kereta api (saya berada di Tokyo) maka pernafasan akan bekerja lebih keras dan tentu dibutuhkan arus udara yang lancar. Namun, masker mengurangi kelancaran arus udara sehingga cukup menyiksa pernafasan.

Memakai masker juga membuat anda susah meminum minuman (Dokumentasi Pribadi)
Memakai masker juga membuat anda susah meminum minuman (Dokumentasi Pribadi)
2. Dijauhi oleh orang-orang, bahkan oleh guide anda sendiri

Sudah menjadi anggapan umum di seluruh dunia bahwa memakai masker berarti mengidap penyakit, terutama yang menular lewat udara seperti flu. Apalagi di Jepang yang terkenal hati-hati dan disiplin dalam kebersihan lingkungan. Anda akan dijauhi oleh orang-orang tentunya karena dianggap sebagai sumber penyakit meskipun anda sehat-sehat saja.

Darimana saya tahu bahwa guide saya menjaga jarak? Saat saya memakai masker, sikap guide tersebut berubah menjadi dingin terhadap saya. Namun ketika saya sudah melepas masker, sikapnya berubah menjadi cair dan lebih bersahabat terhadap saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun