Mohon tunggu...
Hilal Ardiansyah Putra
Hilal Ardiansyah Putra Mohon Tunggu... -

Pengiat Literasi Kutub Hijau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menantang Mitos Berkemah di Kalijompo

23 Agustus 2018   06:10 Diperbarui: 23 Agustus 2018   07:56 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SD Kalijompo, nampak seram karena di bawah perbukitan Gunung Argopuro

Langitnya sering gelap, bukan karena malam. Tapi entah, hari-hari itu mentari terlalu malu memberi kehangat pada kami. Angin sepoi, terasa bagai angin penghabisan yang dikirim Tuhan mencabut nyawa orang-orang beriman di akhir zaman. Pun, ketika malam datang. Sunyi sepi. Dengan dingin sering kali menusuk 15 derajat celsius membuat kuping terasa ngilu, kaki-kaki selalu ingin dipeluk dan dibelai.

Kalijompo, 3-5 Agustus 2018. Bukan sombong apalagi menantang. Tapi, kami hanya anak-anak polos yang datang dengan keimanan dan tekad yang kuat.

Perkebunan ini, disebut "mematikan" oleh warga. Bukan karena ular kobranya, pithonnya, macannya, atau apalah hewan-hewan buas di sana. Tapi karena "kebuasan" makhluk tak kasat mata.

Menurut warga, jika mengadakan agenda diklatsar, kemah, etc; jika ingin selamat sentosa, lakukan selamatan. Masak yang enak-enak. Kumpulkan warga dan mari bersantap bersama. Terakhir, biarkan para suhu, para tetua, mendo'akan keselamatan untuk kami semua.

Memang, di sini sering terjadi hal yang tidak-tidak jika tidak diselamati. Kebanyakan hanya kesurupan. Yang paling ngeri, yang saya dengar dari warga, dua minggu sebelum kami, ada seorang anak SMK yang kakinya patah. Bukan di pergelangan. Patah-tah. Padahal jatuh tak seberapa keras. Menubruk tak terlampau dahsyat. Adakah campur tangan makhluk tak kasat mata?

Sebelumnya, dari cerita warga pula. Ketika ada sebuah camping, seorang anak "diculik" kolong wewe. Dibawa kemana-mana. Pusing orang mencari risau kawan sepenangungan. Tapi tak dicari. Sebab hendak kemana langka mencari? Sedang alam berlainan? Tunggu saja. Kata tetua. Dan akhirnya pulang juga dengan bertelanjang busana. Linglung apa telah dipikir, apa kaki telah menginjak. Adakah campur makhluk tak kasat mata?

Kisah yang menyeramkan. Diceritakan kepada saya di sunyinya malam dengan dingin yang tajam. Tapi tak mengapa. Jadikan sebagai hiburan. Tambahan informasi. Sekaligus teman hangat secangkir kopi yang disuguhkan pak tua kepadaku.

Bukan lagi mitos. Nyatanya, jika tak ada kenduri, aneh-aneh saja kejadian. Kesurupan, hilang, nasi tak nanak, kopi tak jadi pahit meski tanpa gula, kaki patah, bauh busuk tetiba datang, jalan berjumpa wangi pun tak jarang. Ah, tidak. Mereka -makhluk halus- menganggu bukan karena tidak diberi kenduri sejaji. Juga bukan kerena tetua tidak membacakan do'a. Tapi ada pada pribadi masing-masing. Ada pada keyakinan iman kepada Allah, Tuhan yang mencipta Jin, juga manusia.

Orang diganggu bukan karena jinnya yang iseng. Tapi karena pribadi yang lupa Penjaga Jagad. Lupa pada Sang Khalik. Lupa pada Sang Penguasa. Mulutnya kering dari dzikir. Hatinya melompong dari tafakur keindahan Kalijompo yang indah. Pun jika mulut berbusa, ia cuma banyak bicara laghwu. Senda gurau saja. Pun jika hatinya terisi, ia hanya penuh dengan angan kosong dunia. Ambisi hasrat untuk ini untuk itu.

Coba ingat Firman Allah swt:

Artinya: "Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya."(Az-Zukhruf: 36)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun