Mohon tunggu...
Hilal Ardiansyah Putra
Hilal Ardiansyah Putra Mohon Tunggu... -

Pengiat Literasi Kutub Hijau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Potret Pendidikan Indonsia 2

31 Maret 2015   10:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:45 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di samping sering melihat anak pemulung yang harus bekerja diusia dini dan meninggalkan bangku sekolah, saya juga sering menjumpai anak-anak berseragam sekolah yang asyik nongkrong di jam pelajaran sekolah. Sambil ditemani rokok dan gadget terbaru. Entah ilmu sihir apa yang mereka pelajari sehingga polpen bisa berubah menjadi rokok dan buku pelajaran bisa beruba menjadi smartphone yang hanya sedikit orang yang bisa menggunakannya dalam hal yang bermanfaat.

Perna juga suatu ketika ketika saya menaiki kopaja jurusan ragunan. Seperti biasa saya mau berangkat kuliah di daerah pasar minggu, ketika saya berada dalam kopaja, tiba-tiba ada dua -atau berapa gitu (saya lupa jumlah pastinya)- anak usia SD berseragam, setelah berjalan beberapa kilo, tiba-tiba anak-anak SD tersebut melepas seragam mereka di dalam kopaja dan menganti pakain mereka dengan pakain jalanan. Tak lama kemudian mereka minta turun di sebuah lampu merah di daerah pejaten barat.

Di samping penggelihatan langsung anak sekolahan yang kurang beres, saya juga sering menjumpai atau membaca dari Koran maupun melihat tayangan televisi, anak-anak sekolah yang malah berantem dengan anak-anak dari sekolah lainnya. Seakan-akan mereka adalah jagjoan jalanan yang tidak ada yang bisa mengalahkan. Sampil membawa tongkat, sabuk gir, celurit, bahkan samurai, mereka berlari ke sana kemari untuk mengejar musuh-musuhnya dan menyabetnya sampai roboh bersimbah darah.

Tak sampai di situ, sering juga kita dengan, bahkan sebagain dari kita mungkin perna melihat, video mesum yang dilakukan oleh anak sekolahan. Naasnya dalam melakukan adegan asusila yang sangat merusak moral tersebut, mereka masih menggunakan baju sekolah.

Begitulah sekilas potret rusaknya moral pendidikan bangsa Indonesia. Saya heran mengapa ini bisa terjadi dan menjadi hama yang merusak masyarakat. Apakah ini memang ada faktor kesengajaan dari pemerintah dengan menelantarkan anak bangsa di jalanan begitu saja. Mungkin, ini hanya opini pribadi yang entah benar entah salah, pemerintah memang sengaja membiarkan mereka sesuka hatinya tanpa ada pengawasan dan tanpa ada solusi yagn diciptakan dan diterapkan. Mungkin merekamemang berniat untuk membodohkan bangsa ini, sehingga bangsa ini tidak akan perna memiliki pemimpin yang baik dan berintelektual.

Memang, sangat banyak manfaat yang akan diperoleh orang-orang yang tak punya hati namun berdasi, jika generasi muda bangsa ini rusak, mereka bisa lebih leluasa untuk menjadikan negeri ini seperti lapangan sepak bola untuk permainan mereka. Mereka akan leluasa mengatur kebijakan tanpa ada satu suarapun yang menolaknya.

Itu hanya opini belaka, dan saya berharap itu bukanlahfakta.Namun, apakah hal yang sudah demikian kronisnya tidak ada tujuan di balik itu semua ? tentu banya tujuannya namun apakah kita harus sama dengan orang yangmemiliki tujuan-tujuan rusak seperti mereka ?

Tugas kita adalah memperbaiki itu semua. Memperbaiki dari dalam diri kita dan menyebarkannya ke lingkungan kita. Kita berharap muncul sosok- sosok yang peduli dengan dunia pendidikan dan bisa menjadikan bangsa ini bangsa yang berintelektual. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun