Mohon tunggu...
Hilal Ardiansyah Putra
Hilal Ardiansyah Putra Mohon Tunggu... -

Pengiat Literasi Kutub Hijau

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bacalah "Dengan Nama Tuhanmu yang Telah Menciptakanmu"!

10 Februari 2015   00:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:31 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dalam tulisan sebelumnya, Parsialisasi sebab lemahnya umat, sedikit penulis singgung masalah ilmu atau menuntut ilmu. Secara esensi, menuntut ilmu merupakan sebuah keharusan bahkan sampai kepada derajat wajib bagi setiap insan yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta apa yang datang bersamanya. Kewajiban menuntut ilmu yang ditekankan oleh islam bukanlah mengada-ada. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa tanpa ilmu dan kapasitas keilmuan yang cukup, seseorang akan sulit untuk mempertahankan jiwanya, mempertahankan kehormatannya, mempertahankan keluarga serta anak turunnya, mempertahankan hartanya, dan terlebih mempertahankan keyakian teologisnya yang menjadi sandaran dan patokannya dalam menapaki terjalnya kehidupan dunia yang fana.

Dalam al-Qur’an, Allah sendiri telah mempertegas esensi akan pentingnya sebuah ilmu, maka dari itulah wahyu suci umat akhir zaman ini dibuka dengan petikan ayat “bacalah…”. Terlepas dari penafsiran para mufassir tentang apa yang dibaca, namun secara garis besar, membaca apapun akan mendatangkan pengetahuan-keilmuan yang tidak dimiliki seseorang sebelumnya. Dengan membaca itulah satu-persatu pengetahuan akan berlabuh, dan lama kelamaan akan menjadi sebuah dermaga besar yang mampu menghidupi orang banyak dan mampun menjadi pusat kehidupan. Namun, yang menjadi bencana bagi ummat islam sendiri adalah, kelalaian mereka dalam menerapkan kelanjutan dari ayat pertama surat al-Alaq tersebut, yakni “…..dengan nama Tuhanmu”. Berapa banyak kaum muslimin yang mempelajari berbagai macam disiplin ilmu namun lupa akan hakikat ilmu tersebut. Berapa banyak orang yang beranggapan bahwa ilmu adalah ilmu dan Tuhan adalah Tuhan, tidak ada ikatan-hubungan antara keduannya. Padahal, aqidah seorang muslim yang hanif adalah menyakini bahwa segala ilmu yang ditemukan oleh manusia semenjak Adam as. Sampai akhir zaman hanya setetes ilmu yang Allah berikan kepada manusia dari ilmu-Nya.

Pemisahan antara ilmu dengan keimanan kepada Allah nyatanya telah menjadikan sengsara banyak orang. Bahkan manfaat dari ilmu yang ditemukan seorang profesor terhadap manusia bagaikan minuman keras yang dalam al-Quran disebutkan sedikit sekali manfaatnya, bahkan mudhorot yang dilahirkan darinya jauh lebih besar dan berbahaya.

Sekulerisasi Sains dan Teknologi

Pemisahan antara kata “bacalah” (iqro’) dengan kalimat selanjutnya “…dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakanmu”, merupakan satu kampanye dari kampanye-kampanye hitam yang dilakukan oleh kaum kafir-barat terhadap semua agama. Mereka menginginkan segala bentuk sains dan teknologi yang ada di abad pertama munculnya gerakan ini sampai hari bumi tak sanggup lagi memikul beban dosa umat manusia, terbebas dari ikatan agama, terbebas dari teks-teks teologis yang mengikat dan membelenggu. Mereka menginginkan lahirnya sebuah sains dan teknologi yang bebas nilai, bebas pakai, dan bebas digunakan untuk apa saja yang dikehendaki manusia.

Hasilnya, tatkala penemuan-penemuan modern muncul dari tangan-tangan professor amoral yang asasnya adalah asas bebas nilai, maka kehancuran akan lebih banyak ditimbulkan oleh penemuan tersebut ketimbang manfaatnya. Hal tersebut disebabkan tidak adanya tali yang mengikat hati mereka, sehingga tujuan mereka meneliti dan menemukan hal-hal baru hanya untuk mengejar materi dan kesenangan dunia. Mereka telah menyingsingkan agama mereka, mereka tidak lagi memiliki moral, akhlaq, dan nilai yang seharunya menjadi pedoman dalam langkah mereka menemukan teknologi dan menggunakannya.

Dampak dari sains dan teknologi yang tak bersandarkan asas nilai keluhuran tersebut telah kita lihat dari sejarah yang ada. Bagaimana orang-orang barat-kafir berlomba-lomba untuk menemukan dan menciptakan media-media perang berbasis teknologi. Mereka membuat pesawat tempur yang dengannya mengangkut berton-ton bahan peledak yang akan mereka gunakan untuk memusnahkan kehidupan di daerah musuh. Mereka membuat senjata-senjata canggih pemusnah masal. dan lain sebagainya. Akibatnya, ribuan nyawa melayang akibat senjata-senjata mereka. Tidak peduli anak-anak, wanita, orang tua, dan lainnya yang tidak bersalah dan tidak ikut berperang. Lihatlah bagaimana kaum muslimin menjadi tumbal sekulerisasi teknologi mereka tersebut. Jutaan nyawa melayang di Gaza, akibat dari teknologi perang yang digunakan Israel. Juga pada perang irak, dalam sebuah data, tercatat 6 ribu mati sia-sia. Dan belum lagi di tempat-tempat lainnya yang memakan ribuan juta orang meregang nyawa.

Tidak hanya dalam bidang persenjataan. Dalam bidang biologipun, Sains yang tidak didasari norma akhlak dan sosial telah membawa dampak yang tak kalah hebatnya. Lihat bagaimana ilmuan-ilmuan barat mengkloning binatang-binatang. Dengan asumsi akan mendapatkan keturunan yang jauh lebih baik malah menjadi boomerang. Bahkan dengan kelicikan mereka, mereka mencoba merekayasa mengawinkan babi dengan domba. Sehingga domba yang dihasilkan mengandung DNA babi yang jelas diharamkan Syariat Islam.

Seperti itulah sekilas dari dampak sekulerisasi Sains dan Teknologi, dan masih banyak lagi dampak-dampak nyata akibat dari teknologi-teknologi temuan mereka.

Islam, Sains dan Teknologi

Islam sangat erat kaitannya dengan ilmu. Karena orang yang tidak memiliki ilmu tidak akan bisa merasakan islam secara kaffah. Orang yang tidak berilmu akan merasakan kurang mantap dalam berislam. Orang yang tidak berilmu juga akan menjadikan keimanan manusia menjadi setengah-setengah. Maka dari itulah wahyu pertama memerintahkan ummat islam untuk membaca. Membaca segalanya. Membaca yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Namun dengan catatan selalu menyandarkannya kepada Sang Pencipta. Inilah yang harus menjadi pegangan dan asas semua ummat islam. Apapun ilmu yang digelutinya, wahyu harus dijadikan norma dan pegangan.

Seorang ilmuan muslim, seharusnya menjadikan bahan penelitiannya sebagai metode dan sarana untuk mempertajam keimanannya kepada Sang Pencipta. Menambah kekagumannya kepada Sang Pengatur alam semesta, dan menambah kemantapan bahwa Tuhan itu Ada. Teknologi yang didasari dengan norma dan nilai keislaman yang baik, akan menjadikan temuan-temuan tersebut lebih bermakna dan lebih bermanfaat. Begitupulah dari sisi penggunanya. Manusia hendaknya sadar bahwa teknologi yang ada merupakan sarana efektif untuk mendekatkan diri kepada sang Pencipta. Seorang muslim tidak perlu lagi bergelap-gelap di waktu Isya dan subuh untuk pergi ke masjid. Seorang pendakwah juga bisa menggunakan teknologi informatika dalam dakwahnya. Seorang pelajar juga bisa mendapatkan refrensi lebih banyak dalam studinya dengan media internet. Dan lain sebagainya.

Ummat islam juga harus segera sadar bahwa islam tidak hanya mewajibkan ummatnya untuk memperlajari tauhid dan fiqih. Namun umat islam juga dituntut untuk mempelajari ilmu-ilmu yang berhubungan dengan keduniawiaan, meskipun anjurannya tidak sepenting mempelajari tauhid, fikih serta ilmu-ilmu akhirat lainnya. Namun, dalam kondisi yang lainnya, mempelajari sains dan teknologi juga bisa berubah menjadi urgen bahkan wajib. Semisal, untuk menghadapi teknologi-teknologi barat yang menyerang ummat islam. Maka dalam keadaan seperti ini, ummat islam yang memiliki bakat dan kemampuan lebih dalam bidan sains dan teknologi, dituntut untuk mempelajarinya sedalam mungkin dan bisa digunakan untuk mengimbangi sains dan teknologi barat yang merusak dan bebas nilai tersebut.

Sains Teknologi dalam al-Qur’an

Ternyata dalam al-Quran dan as-Sunnah sendiri, ditemukan banyak sekali patokan-patokan dasar sains dan teknologi. Hal ini mengindikasikan bahwa islam juga menganjurkan ummatnya untuk mempelajarinya dan memperdalam keilmuan tentangnya. Jika kita membuka al-Qur’an, kita bisa jumpai ayat-ayat yang berbicara tentang bumi. Tentang bumi yang dihamparkan ( 2/22), tentang bumi yang dihamparkan untuk makhluk (55/10. Tentang fungsi bumi bagi manusia (40/64). Tentang penciptaan bumi (21/30). Yang kesemuanya itu melahirkan berbagai macam ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan bumi, semisal geografi, dan semisalnya.

Al-Quran juga bebicara tentang laut. Semisal bertemunya air asin dan tawar tanpa tercampur satu sama lain (25/53, 27/61, dan seterusnya). Tentang keadaan dalam laut ( 10/22, 16/14, dan seterusnya). Tentang dasar laut yang terdapat api/gunung berapi ( 56/6). Yang kesemuanya itu melahirkan cabang ilmu oceografi dan semisalnya. Dan juga ayat-ayat lainnya yang berbicara tentang udara di atas awan yang melahirkan teknologi pesawat terbang, kedokteran, matematika, relatifitas waktu, relatifitas ruang hampa dan lain sebagainya.

Semua patokan-patokan dasar yang disebutkan dalam al-Quran tersebut diharapkan mampu menjadikan ummat islam semakin yakin akan kebenaran dakwah Muhammad saw. dan ummat islam juga dituntut untuk membuktikan berita-berita yang datang 14 abad yang lalu tersebut. Walaupun itu hanya berfungsi untuk semakin memantapkan keimanan kita kepada Allah dan Rasulallah serta apa yang dibawahnya (al-Quran dan as-sunnah).

Sebagai penutup dari risalah kecil ini, penulis ingin menekankan kembali bahwa tujuan ummat islam untuk mengembangkan sains dan teknologi adalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, lebih yakin akan keberadaan-Nya, dan lebih mantap berpegang dengan risalah 14 abad lalu yang telah dibuktikan kebenarannya oleh orang muslim sendiri maupun orang kafir. Marilah kita renungi ayat ke 27 sampai 28 dari surat al-Fathi “ tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata, dan binatang-binatang ternak, ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hambah-hambah-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha pengampun”. ( Al-Fathir : 27-28).

Lihatlah bagaimana indahnya ayat Allah tersebut. Setelah Allah menantang manusia untuk berfikir terhadap ciptaanya, Baik berupa hujan, binatang ternak, dan sebagainya diharapkan ummat manusia faham dan mengerti keagungan Tuhan sehingga mereka menjadi orang yang takut terhadap Allah. Dan rasa takut terhadap Allah itu tidak akan didapatkan kecuali oleh orang-orang yang berilmu. Wallahu ‘alam…..

Oleh : Hilal Ardiansya Putra (Dari berbagai sumber)

Markas Dakwah Al-Hikmah, Mampang Prapatan

Senin, 9 Februari 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun