Surat ini lahir dari keberanian untuk menghadapi pesta demokrasi Indonesia secara kritis dan argumentatif. Kiranya cukup jelas, bahwa kemajuan negeri ini tidak hanya dibebankan pada kandidat Capres dan Cawapres saja. Bahwa arah negara ditentukan oleh "tata hidup bersama" sebagaimana rumusan Thomas Hobbes dalam Leviathan. Tulisan ini menghadirkan kembali surat yang dibacakan manis oleh Ms. Gabriela dari Bolivia dan Ms. Audrey dari Monaco 14 tahun yang lalu pada pembukaan sidang PBB (special session untuk anak) 8 Mei 2002. Surat ini menjadi relevan saat utopia janji para politikus kian berkibar membuai masyarakat dewasa dalam debat berkepanjangan. Menjadi pengingat bagi generasi yang mudah lupa kepada masa depan dunia.
Kami adalah anak-anak dunia.Kami korban dari eksploitasi kekerasan
Kami adalah anak jalanan
Kami adalah anak-anak perang
Kami adalah para terhukum dan yatim piatu HIV/ AIDS
Kami tidak mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan pelayanan kesehatan
Kami adalah korban dari situasi politik, ekonomi, kebudayaan, agama dan diskriminasi lingkungan
Kami adalah anak-anak yang suaranya tidak pernah didengar, sudah saatnya kami mulai diperhitungkan.
Kami menginginkan dunia yang layak bagi anak, karena dunia yang layak bagi kami adalah juga dunia yang layak bagi semua orang.
Di dunia ini,
Kami melihat penghargaan terhadap hak-hak anak.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!