Perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Seiring dengan berkembangnya zaman, tentunya nilai dan norma yang berlaku di masyarakat juga semakin berkembang dan mengalami perubahan. Hal-hal yang dulu dianggap buruk sekarang bisa jadi dianggap biasa saja, atau sebaliknya.
Begitu juga dengan yang terjadi di Indonesia. Dengan luntur dan berkembangnya beberapa nilai, saat ini mulai terjadi banyak penyimpangan sosial di Indonesia, seperti penyalahgunaan narkoba, kenakalan remaja, prostitusi, dan lain-lain.
Berbagai perilaku menyimpang ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perilaku menyimpang karena anomie. Anomie adalah suatu situasi tanpa norma dan tanpa arah, sehingga tidak tercipta keselarasan antara kenyataan yang diharapkan dan kenyataan sosial yang ada. Perilaku menyimpang sendiri terjadi ketika orang melakukan cara-cara tidak legal untuk mencapai tujuan budaya. Berdasarkan lokasi penelitian Robert K.Merton, yaitu Amerika Serikat, tujuan budaya yang dimaksud adalah mencapai kekayaan.
Sebagai contoh misalnya penyalahgunaan narkoba. Perilaku menyimpang ini disebabkan karena para pelakunya melakukan retratisme, yaitu sikap menolak tujuan budaya dan cara-cara legal yang telah disepakati masyarakat untuk mencapainya. Sebagai solusi, pelakunya memilih untuk berhenti maju dan mencoba. Mereka seolah-olah berupaya untuk melarikan diri dari masyarakat dan lingkungannya.
Contoh lain misalnya para Pekerja Seks Komersil atau PSK. Perilaku menyimpang yang mereka lakukan ini disebabkan karena mereka melakukan inovasi, yaitu sikap menerima tujuan budaya yang telah disepakati namun menolak untuk memakai cara legal dan telah disepakati guna mencapainya. Biasanya cara ini dipakai oleh mereka yang memiliki keterbatasan untuk mencapai tujuan budaya dengan cara-cara yang legal. Seperti para PSK yang biasanya melakukan pekerjaannya karena desakan ekonomi. Mereka yang merasa tidak cukup berpendidikan, dan merasa tidak memiliki kemampuan yang memadai biasanya memilih cara instant, dengan menjadi PSK.
Selain karena anomie, ada juga faktor tidak sempurnanya sosialisasi. Dalam sosialisasi, individu menyerap nilai dan norma. Sosialisasi ini juga dipengaruhi oleh lingkungan seseorang. Jika lingkungannya buruk, maka kemungkinan orang tersebut menjadi orang yang buruk akan semakin besar, begitu pula sebaliknya.
Faktor lain adalah pemberian julukan atau labeling. Teori ini dikemukakan oleh Edwin H.Lemert yang mengatakan bahwa perilaku menyimpang lahir karena adanya batasan(cap,julukan,sebutan) atas suatu perbuatan yang disebut menyimpang. Bila kita memberi cap terhadap seseorang sebagai orang yang menyimpang, maka cap tersebut akan mendorong orang itu berperilaku yang menyimpang. Misalnya seorang anak yang tertangkap sedang mencopet, maka orang-orang akan mencapnya sebagai “pencopet”. Akibatnya, ia akan mengecap dirinya sendiri sebagai pencopet dan akan berperilaku layaknya seorang pencopet, meskipun saat tertangkap itu adalah pertama kalinya ia mencopet.
Ada banyak faktor yang menyebabkan adanya perilaku menyimpang. Seperti differential association, pendidikan karakter yang kurang dtanamkan, dan kurangnya pemahaman terhadap nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Tidak semua perilaku menyimpang memberikan dampak negatif. Banyak nilai-nilai positif yang dihasilkan oleh perilaku menyimpang. Seperti untuk bahan pembelajaran supaya kita lebih berhati-hati, dan untuk membantu proses sosialisasi suatu nilai karena adanya bukti nyata akibat dari pelanggaran suatu nilai atau norma sehingga masyarakat akan sadar mengapa nilai itu perlu diterapkan, dan nilai itu diterapkan bukan hanya sebagai tindak preventif. Namun tetap, perilaku menyimpang lebih banyak memberikan dampak buruk bagi masyarakat karena jelas sudah merusak nilai dan norma dan tentu saja mengganggu ketenangan masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan adanya pengendalian sosial untuk mengurangi adanya perilaku menyimpang. Dengan pengendalian sosial, perilaku menyimpang yang berdampak positif ditingkatkan, sedangkan yang berdampak buruk dicegah, dikurangi, bahkan dihilangkan.