Pada zaman dahulu kala, hiduplah sepasang suami istri yang sudah tua di sebuah desa di daerah Ciamis,Jawa Barat. Sang suami biasa dipanggil Aki dan sang istri biasa dipanggil Nini. Mereka mempunyai dua orang putra dan seorang putri. Semua anak mereka pergi merantau dan tinggal di tempat yang cukup jauh.
Setiap hari raya, putra-putra mereka selalu datang mengunjungi Aki dan Nini. Namun putri mereka tidak pernah melakukannya. Aki dan Nini sangat merindukan sang putri. Hingga akhirnya, suatu hari sebelum hari raya, Aki memutuskan untuk mengunjungi putrinya. Nini sangat ingin ikut, namun Aki melarangnya. Aki mengatakan bahwa sebaiknya Nini tinggal saja di rumah dan menunggu putra-putranya datang.
Pada hari keberangkatan, Aki berjanji akan kembali dua hari setelah hari raya. Nini sangat sedih ketika memandangi perahu yang dinaiki Aki berlayar semakin jauh. Nini membayangkan seandainya ia bisa pergi bersama Aki dan bertemu dengan putrinya tercinta.
Ketika sudah tiba hari kepulangan Aki, Nini pergi ke pantai dan menunggu kedatangan perahu yang dinaiki suaminya. Dia tidak sabar lagi untuk bisa bertemu dengan Aki. Nini menunggu satu jam, namun belum juga tampak kehadiran sang suami. Dua jam. Tiga jam. Hingga seharian penuh ia menunggu, namun Aki belum juga datang.
Hingga berhari-hari berlalu, belum juga ada tanda-tanda perahu sang suami akan datang. Namun Nini tetap sabar menanti tanpa pernah meninggalkan pantai.
Beberapa hari kemudian, orang-orang desa mendapat kabar bahwa perahu yang dinaiki oleh Aki hilang ditelan badai. Mereka segera pergi ke rumah Nini untuk memberikan kabar buruk tersebut. Namun Nini tidak ada di rumah. Kemudian para warga pergi ke pantai, namun mereka juga tidak dapat menemukan Nini di sana. Hanya angin dan pasir yang mereka temukan sepanjang pantai.
Mereka tetap berusaha mencari Nini sambil memanggil-manggil namanya. Hingga akhirnya mereka menemukan sebuah batu yang terlihat seperti seorang wanita tua yang sedang duduk.
Sejak saat itu, orang-orang sekitar percaya bahwa batu tersebut merupakan jelmaaan Nini yang sedang duduk di pantai, menanti kepulangan suaminya, Aki. Batu tersebut dipercaya sebagai simbol kesetiaan seorang istri kepada suaminya. Hingga kemudian hari, pantai tempat ditemukannya batu tersebut dinamakan Pantai Karang Nini.
Dari kisah asal mula Pantai Karang Nini di atas, terdapat banyak nilai yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa nilai pelajaran yang dapat kita ambil:
1.     Nilai Moral
Nilai moral yang dapat diserap dari cerita ini adalah kesetiaan. Seperti kesetiaan yang ditunjukkan oleh Nini ketika menunggu Aki pulang. Tidak peduli seberapa lama, ia tetap menunggu kepulangan Aki tanpa pernah meninggalkan pantai.
2.     Nilai Agama dan Budaya
Dalam legenda Pantai Karang Nini, terdapat kepercayaan masyarakat tentang asal-usul batu yang diyakini mereka bahwa itu merupakan penjelmaan sang Nini dan batu itu menyimbolkan kesetiaan Nini kepada suaminya, Aki. Sedangkan dari segi agama islam, kita tidak diperbolehkan memercayai hal semacam itu. Namun kita juga harus yakin bahwa segala sesuatu di duniadiciptakan oleh Tuhan dan hanya Dia yang tahu kebenaran dari asal mula segala hal yang ada di dunia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H