Salah satu kebijakan energi global yang dapat ditelaah adalah Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim yang ditandatangani pada tahun 2015. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara global dengan menetapkan target maksimum kenaikan suhu bumi menjadi di bawah 2 derajat Celsius.
Kebijakan ini memiliki dampak yang signifikan terhadap pertahanan negara dan kebutuhan militer, terutama dalam hal keamanan energi. Dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, negara-negara yang mengadopsi kebijakan ini dapat mengurangi ketergantungan mereka pada pasokan minyak dari negara lain yang mungkin dapat mengancam keamanan mereka.
Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga dapat menimbulkan ketidaksetaraan dalam hal penggunaan sumber daya dan akses ke teknologi baru. Negara-negara yang miskin atau berkembang mungkin kesulitan untuk memenuhi target emisi yang ditetapkan dalam perjanjian, sementara negara-negara maju dengan teknologi yang lebih maju dan sumber daya yang lebih besar dapat dengan mudah memenuhi target tersebut.
Dalam konteks kebutuhan militer, kebijakan ini dapat memengaruhi akses ke sumber daya energi yang strategis dan mendorong negara-negara untuk mengembangkan sumber daya alternatif yang lebih aman dan berkelanjutan. Namun, kebijakan ini juga dapat menimbulkan ketidakpastian dalam hal stabilitas pasokan energi, yang dapat memengaruhi strategi pertahanan negara.
Secara keseluruhan, kebijakan energi global seperti Perjanjian Paris dapat memiliki dampak yang kompleks dan signifikan pada pertahanan negara dan kebutuhan militer. Oleh karena itu, penting bagi negara-negara untuk mempertimbangkan dengan cermat dampak kebijakan energi pada aspek-aspek ini saat memutuskan untuk mengadopsi kebijakan energi tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H