"Sudahlah jangan banyak tanya dulu. Ikut saja nanti juga kamu akan tahu."
Aku pun tak kuasa menolak lalu segera beranjak dari pembaringan. Berdandan ala kadar yang penting tak terlalu tampak acak-acakan.
Khotib, kawan setiaku, kulihat sudah menunggu diatas sepeda motornya sambil mengusap-usap rambutnya yang tak karuan potongan.
"Ayo," teriak semangatku usai duduk dibelakangnya.
"Siap?" tanyanya meyakinkan lalu wusss. Kegelapan malam kami tembus. Disaksikan para bintang, malaikat, pepohonan, aspal hitam, angin malam, kami melaju meninggalkan mereka menuju kota penuh lampu-lampu, kendaraan berseliweran, setan-setan marakayangan, cucu-cucu Iblis yang sedang mesra bergandengan tangan.
Dan, entah dalam berapa menit perjalanan ini kami tempuh hingga sepeda motor yang aku tumpangi berbelok masuk ke pelataran parkir didepan sebuah bangunan megah nan indah, SELAMAT DATANG DI DISKOTIK SUFI, begitulah tulisan yang terpampang dengan menggunakan lampu-lampu hias aneka warna.
"Come on, Kawan," seru Khotib.
Bak kerbau dicocok hidung, aku masuk membuntut seretan tangannya.
"Kamu diam disini. Aku mau lapor dulu. Diskotik sufi berbeda dari diskotik yang lain."
Aku mengangguk pada bisikannya meski entah dengan apa yang ia maksud dari kata-katanya, 'berbeda dari diskotik yang lain'.
Tak menunggu lama ia kembali datang.