Pejabat yang berkuasa atas kebijakan moneter ingin memperoleh kekayaan hanya dengan mengorbankan tugas utama mereka, yaitu melayani rakyat. Melalui perhitungan untung rugi, kepala kebijakan moneter tidak peduli dengan nasib pemilihnya, yang terpenting baginya adalah bagaimana menutupi dan melipatgandakan biaya politik.
Imbalan politik, seperti jual beli suara DPR atau dukungan partai, juga mendorong pejabat melakukan korupsi. Dukungan partai-partai politik yang menuntut kompensasi atas jasa-jasa mereka pada akhirnya mengarah pada pengakuan politik. Pejabat terpilih secara teratur menunjukkan rasa hormat yang besar kepada partai dan menindak korupsi.
3. Aspek Hukum
Hukum sebagai faktor penyebab korupsi dapat dilihat dari dua sisi, sisi legislasi dan lemahnya penegakan hukum. Orang-orang korup mencari celah hukum untuk mengambil tindakan. Lebih jauh lagi, penegakan hukum yang gagal menciptakan deterrence mendorong korupsi dan korupsi terus berlanjut. UU menjadi faktor korupsi ketika banyak produk hukum yang aturannya tidak jelas, pasal-pasalnya multitafsir, dan undang-undang cenderung menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sanksi yang tidak proporsional, terlalu ringan atau sia-sia terhadap pelaku korupsi juga membuat pelaku korupsi ragu menggunakan uang negara.
4. Aspek Ekonomi
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama terjadinya korupsi. Diantaranya adalah pendapatan atau tingkat gaji yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan. Fakta juga menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya kecil.
Sejumlah besar korupsi sebenarnya dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi. Kita sering melihat kepala daerah atau anggota DPR ditangkap karena korupsi. Mereka melakukan korupsi bukan karena kekurangan harta, tetapi karena keserakahan dan moral yang buruk.
Dalam negara dengan sistem ekonomi monopoli, kekuasaan negara disusun sedemikian rupa sehingga tercipta peluang ekonomi bagi penyelenggara negara untuk memajukan kepentingannya sendiri dan kepentingan sekutunya. Kebijakan ekonomi dikembangkan dengan cara yang tidak inklusif, transparan dan bertanggung jawab.
5. Aspek Oganisasi
korupsi itu berada. Secara umum organisasi ini berkontribusi terhadap munculnya korupsi karena membuka peluang atau peluang. Misalnya, kurangnya integritas panutan kepemimpinan, budaya yang tepat, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, atau sistem pengendalian manajemen yang lemah.
Merujuk pada buku Eko Handoyo Pendidikan Antikorupsi, organisasi dapat mengambil untung dari korupsi anggotanya jika mereka menjadi birokratis dan bermain-main dengan celah regulasi. Misalnya, partai politik menggunakan cara ini untuk membiayai organisasinya. Pengangkatan pejabat daerah juga merupakan salah satu jalan bagi partai politik untuk mencari sarana agar roda organisasi tetap berjalan, lagi pula politik uang dan siklus korupsi lahir kembali.