Sebagai pegawai di instansi pemerintah, baik di tingkat nasional maupun daerah, Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki hak atas gaji, tunjangan, dan fasilitas sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014. Fasilitas tersebut mencakup segala bentuk peralatan dan sarana yang disediakan oleh lembaga untuk mendukung ASN dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan masyarakat.
Salah satu bentuk fasilitas yang sangat penting bagi aparatur negara dalam menjalankan tugas operasional adalah kendaraan dinas. Mobil dinas ini disediakan oleh negara untuk dipergunakan oleh pejabat atau pegawai yang memiliki kewenangan tertentu. Fungsi utama kendaraan dinas ini adalah untuk mendukung pelaksanaan aktivitas kerja pejabat, baik di dalam maupun di luar kantor, sehingga mereka dapat menjalankan tugas dan program kerja dengan lancar dan efisien. Tujuannya adalah agar seluruh tugas dan program kerja yang telah direncanakan dapat dilaksanakan tanpa kendala, sehingga pejabat dapat menjalankan tugas kenegaraan dan administrasi pemerintahan dengan optimal.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76 Tahun 2015 membahas tentang Ketentuan dan Kriteria Kendaraan Dinas Operasional untuk Jabatan di dalam Negeri. Sementara itu, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.02/2014 mengatur mengenai Standar Barang Milik Negara yang Diberikan sebagai Hibah kepada Pejabat Negara, Eks-Pejabat Negara, dan Pegawai Negeri Sipil.
Mobil dinas pada dasarnya dimaksudkan untuk memfasilitasi tanggung jawab, kewajiban, dan Pegawai Negeri Sipil terhadap pemerintah dan masyarakat Pelaksanaan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab Pegawai Negeri Sipil terhadap pemerintah dan masyarakat. Sebagai harta negara, penggunaan mobil dinas seharusnya terbatas pada kebutuhan pekerjaan dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau kegiatan yang tidak terkait.
Pada kenyataannya, penggunaan mobil dinas untuk keperluan pribadi oleh Pegawai Negeri Sipil masih kerap terjadi. Bahkan, sering terjadi bahwa mobil dinas dimanfaatkan oleh orang bukan pejabat yang seharusnya berhak atas fasilitas tersebut, bahkan ketika berada di tempat-tempat wisata.Â
Seharusnya, penggunaan mobil dinas hanya dibatasi pada konteks pelaksanaan tugas dinas untuk mendukung efisiensi pelaksanaan tugas. Idealnya, mobil dinas hanya boleh digunakan pada Senin hingga Jumat pada hari kerja, dan pada hari lainnya hanya jika terkait langsung dengan tugas dinas. Namun, ironisnya, kendaraan dinas seringkali juga dipergunakan oleh pihak yang tidak memiliki hak atasnya, termasuk anggota keluarga atau kerabat.
Hal ini diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti:
1. Bagian b dari Pasal 11 ayat (1) dari Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Tata Tertib Pegawai Negeri Sipil yang menguraikan larangan penggunaan kendaraan dinas oleh PNS untuk kebutuhan pribadi.
2. Pasal 4 ayat (4) dari Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2010 tentang Tata Kelola dan Penggunaan Kendaraan Dinas Operasional yang menegaskan bahwa kendaraan dinas operasional hanya boleh dipakai untuk urusan dinas.
3. Bagian e dari Pasal 3 Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang menuntut PNS untuk tunduk pada semua peraturan hukum yang berlaku.
Contoh Kasus Penyalahgunaan Mobil Dinas
Berikut merupakan beberapa contoh kasus penyalahgunaan fungsi mobil dinas untuk kepentingan pribadi.
1. Penyalahgunaan mobil dinas DPRD Jambi untuk kebutuhan pribadi keluarga.
2. Pejabat Dishub DKI Diberhentikan Setelah Menggunakan Kendaraan Dinas ke Puncak dan Membuang Sampah secara Sembarangan
Kasus pertama merupakan kasus pelanggaran etika, yaitu penyalahgunaan mobil dinas yang melibatkan oknum staf di Sekretariat DPRD Provinsi Jambi. Ditemukan pada malam Kamis 2 Februari 2023, kecelakaan mobil tunggal terjadi di Kota Jambi, tepatnya di Jalan Soekarno Hatta yang terletak di Kecamatan Paal Merah. Kecelakaan ini melibatkan sebuah mobil Toyota Camry dan ditemukan seorang pengemudi yaitu pelajar SMA bersama seorang penumpang perempuan pelajar SMA yang tidak mengenakan pakaian.
Abun Yani, sebagai Badan Kehormatan DPRD Provinsi Jambi menyatakan kecelakaan tersebut adalah benar. Mobil tersebut ternyata mobil dinas Sekretariat DPRD Provinsi Jambi, yang dipinjam salah satu staf, dan dikendarai oleh anak dari staf tersebut.
Gubernur Jambi, Al Haris, telah melakukan pergantian di Sekretariat DPRD Jambi menyusul insiden ini. Pejabat yang terlibat telah dipindahkan ke Disnakertrans Jambi tanpa jabatan tetap, menjelang masa pensiun.
Sedangkan kasus kedua yaitu pencopotan pejabat Dishub usai memakai mobil dinas ke Puncak dan membuang sampah sembarangan merupakan contoh nyata dari pelanggaran etika dan tata kelola yang buruk dalam penggunaan aset publik. Kasus ini dimulai ketika video viral menunjukkan mobil dinas Dishub DKI Jakarta dengan nomor polisi B 1450 PQT yang melintas di tengah kemacetan di kawasan Puncak. Dalam video tersebut, penumpang mobil terlihat membuang sampah sembarangan ke sisi jalan raya.
Penelusuran lebih lanjut mengungkap bahwa mobil tersebut adalah kendaraan dinas operasional khusus Dishub DKI yang ditumpangi oleh pejabat bernama Agustang Pelani, yang menjabat sebagai Kepala Satuan Pelaksana (Kasatpel) Perhubungan di Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
Ketika kejadian itu terungkap, Agustang langsung diambil tindakan sementara dengan dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Kasatpel Perhubungan Jatinegara. Tindakan ini merupakan sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya karena menggunakan mobil dinas untuk perjalanan pribadi ke luar daerah, yang tidak sesuai dengan aturan penggunaan aset publik.
Kasus ini mencerminkan pentingnya penegakan aturan dan pertanggungjawaban dalam pengelolaan aset publik. Penggunaan aset publik seperti mobil dinas tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan harus digunakan sesuai ketentuan yang ada. Tindakan Agustang juga menunjukkan bahwa pelanggaran etika dan tata kelola yang buruk tidak akan ditoleransi, dan langkah tegas akan diambil sebagai sanksi atas pelanggaran tersebut.
Dua kasus di atas merupakan pelanggaran etika birokrasi dalam instansi pemerintah.Menurut teori etika birokrasi Darwin 1999, etika adalah prinsip yang terbentuk melalui proses musyawarah yang disepakati bersama oleh individu-individu yang terlibat. Prinsip ini kemudian menjadi panduan bagi semua tindakan manusia dalam administrasi publik.
Beberapa prinsip etika birokrasi yang menjadi acuan bagi birokrasi publik dalam menjalankan tugas adalah efisiensi, membedakan antara kepemilikan pribadi dan aset kantor, impersonalitas, sistem meritokrasi, tanggung jawab, akuntabilitas, dan responsivitas (Suaib, 2018). Kepatuhan terhadap etika dalam konteks birokrasi penting karena berbagai kebutuhan dalam meningkatkan kualitas sistem birokrasi. Birokrasi yang dianggap tidak etis cenderung menunjukkan perilaku seperti sikap angkuh, penutupan diri, asosial, kurang responsif, pemborosan, dan kurang efektif (Hasanah, 2019; Situmorang, dkk., 2021).
Dampak
Penyalahgunaan mobil dinas oleh pejabat publik untuk kepentingan pribadi tentu saja menimbulkan dampak negatif yang merugikan masyarakat dan negara. Berikut merupakan beberapa dampak negatif yang dapat terjadi:
1. Pemanfaatan sumber daya yang tidak efisien. Ketika mobil dinas digunakan untuk keperluan pribadi, yang dapat mengakibatkan peningkatan biaya operasional dan mengurangi ketersediaan sumber daya untuk kepentingan umum.
2. Penyalahgunaan mobil dinas dapat menyebabkan kerugian baik secara materiil, seperti biaya perawatan dan pembiayaan, maupun secara immateriil, seperti kerugian reputasi, kepercayaan, dan otoritas.
3. Penggunaan mobil dinas untuk kepentingan pribadi dapat mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan, yang berpotensi merugikan masyarakat dan stabilitas negara.
4. Tindakan penyalahgunaan mobil dinas dapat melanggar hukum dan mengabaikan prinsip-prinsip hukum yang dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan.
5. Penyalahgunaan mobil dinas dapat mengorbankan kepentingan publik dan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat serta stabilitas negara.
6. Praktik penyalahgunaan mobil dinas dapat mengurangi transparansi dan akuntabilitas, yang berpotensi merugikan masyarakat dan keadaan negara.
Solusi
Karena banyaknya kasus penyalahgunaan fungsi mobil dinas untuk kepentingan pribadi, pemeritah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010. PP tersebut mengatur segala tindak pendisiplinan ASN, termasuk penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan mobil dinas.
Penulis menawarkan beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan guna mencegah dan mengatasi pelanggaran etika terkait penyalahgunaan fungsi mobil dinas. Untuk mencegah dan mengatasi permasalahan tersebut, beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain: (1) penetapan kebijakan yang jelas, tegas dan transparan mengenai penggunaan mobil dinaa, (2) pemasangan teknologi pelacakan GPS pada mobil dinas untuk memantau secara real-tim, (3) pelaporan dan akuntabilitas terkait penggunaan mobil dinas, (4) edukasi dan kesadaran kepada pengguna mobil dinas atas dampak dari penyalahgunaan, (5) evaluasi dan pemantauan rutin terhadap kebijakan dan prosedur, (6) mempertegas sanksi yang telah berlaku supaya pelaku merasakan efek jera, dan mencegah terjadi kembali masalah yang sama. Sanksi tersebut dapat berupa denda, pemberhentian atau pencopotan jabatan, hingga hukuman penjara.
Penulis :
Chika Aisya Nurfadia 2216041063
Dian Magista Maharani 2216041070
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H