Mohon tunggu...
Chika Gianistika
Chika Gianistika Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer, Trainer, Researcher, Writer

Seorang yang memiliki prinsip hidup eudemonisme dengan paradigma stoikisme.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bahagialah, Sebelum Bahagia Itu Dilarang!

25 Maret 2024   17:33 Diperbarui: 26 Maret 2024   11:10 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Sejatinya, manusia itu diciptakan untuk bahagia."

Sebuah kutipan mencengangkan sekaligus melegakan dari seorang jenius, Al-Farabi.

Memang tidak bisa dipungkiri, sadar atau tidak sadar, selama hidup tujuan puncak manusia adalah mencapai kebahagiaan.

Jika dalam buku Filsafat Ethics, K. Berten, pernah menuliskan soal "Eudemonism", yang mana pandangan ini berasal dari Aristoteles, muridnya Plato.

Aristoteles menyebutkan bahwa setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan. Bisa dikatakan juga, manusia ingin mencapai sesuatu yang baik, minimal untuk dirinya sendiri.

Dalam terminologi "Eudemonism", makna terakhir hidup manusia adalah kebahagiaan. Cara mencapainya adalah ketika manusia menjalankan fungsinya dengan baik.

Jika manusia menjalankan fungsinya dengan baik sebagai manusia, ia juga mencapai tujuan terakhirnya, yaitu kebahagiaan.

Fungsi yang dijalankan dengan baik ini yaitu akal dan rasio.

Keutamaan dari pandanganAristoteles ini terutama terkait akal dan rasio adalah soal keberanian dan kemurahan hati. Maka, menurut Aristoteles, manusia akan bahagia jika mampu berbagi dan menaruh simpati serta empati kepada orang lain sebagai bentuk dari kemurahan hati.

Hal ini berbanding terbalik dengan terminologi "Hedonism". Pandangan yang dikemukakan oleh Aristippos, salah satu muridnya Socrates selain Plato.

Dia menyebutkan bahwa kebahagiaan itu disebutkan juga sebagai kesenangan. Dan kesenangan  itu bersifat badani belaka. Karena hakikatnya tidak lain daripada gerak dalam badan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun