Mohon tunggu...
Lina Oey
Lina Oey Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Saya hanya manusia biasa yang selalu berusaha jadi yang terbaik untuk semua orang di sekeliling saya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mentalitas "Indon"

29 Juni 2014   03:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:21 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Betapa bencinya saya dengan kata "Indon" ini, selain berkonotasi negatif, kata ini juga mempunyai penggalan yg tidak sesuai dengan kaidah pemenggalan bahasa Indonesia. Saya termasuk yang rajin menegur kalau ada teman yang pakai kata ini untuk bercanda atau sekedar bicara tanpa maksud apapun karena menurut saya sangat menghinakan bangsa kita sendiri.

Tapi, kenyataan beberapa bulan ini membuat saya sadar, saya mungkin keliru, dihadapkan pada kenyataan, seberapa kuatnya kita menolak, kita memang memelihara mentalitas "indon".

Runtuhnya orde baru bukan hanya merontokkan sendi2 perekonomian negara, tapi juga 'harga diri' kita di mata dunia..kita terlena pada euphoria "kebebasan"..kebebasan yang dahulu kita rasa tidak kita punyai dan kini bisa kita nikmati tanpa konsekuensi.

Dalam keadaan 'tertindas' tim bulutangkis kita begitu berjaya...namun ironisnya, setelah kebebasan dan demokrasi kita raih, kita semakin tidak berprestasi di luar negeri..pelan-pelan hanya jadi juara di turnamen dalam negri..kemudian pelan-pelan kita pun kehilangan turnamen di dalam negeri..kita berikan panggung itu, sekaligus lampu sorotnya dan tempatnya kepada lawan.

Sepakbola kita mulai menggiat dengan isu naturalisasi, gaji besar2an pemain dan pelatih, tapi pada saat melawan malaysia di final, saya tidak bisa bilang mereka lebih baik, tapi melihat keminderan pemain kita..betapa cengengnya pemain kita menganggap wasit curang dan kehilangan semangat juang..dan akhirnya, panggung itupun kita berikan kepada malaysia sekaligus dengan lampu sorotnya, musiknya...riuh rendah teriakan penontonnya...

Mengapa dua cabang olahraga yang penuh gengsi dan sensasi sehingga begitu banyak diliput minim prestasi...sementara cabang olahraga lain yang luput publikasi seperti Polo, Pencak Silat dan Panahan malah menuai prestasi?

Kesimpulan saya, kita terlalu sombong, kita terlena dan kehilangan fokus karena ketenaran-popularitas sehingga kita lupa dasar2 yang dibutuhkan untuk jadi pemenang...yaitu ketegaran, daya juang dan kerja keras.

Dalam momen pilpres, saya melihat beberapa teman dan mungkin kebanyakan rekan2 sebangsa saya kembali memberikan "panggung" itu kepada orang asing...orang asing yang tidak jelas kepentingannya apa di negara kita.

Betapa sedihnya saya ketika membaca tulisan Sdri. Yenni Kwok tentang negaranya sendiri di Time dimana dia dengan penuh kebencian menghujat Ahmad Dhani dengan baju ala "nazi"nya dan mengutip tulisan jurnalis AS yang menjatuhkan Prabowo,  seorang capres yang adalah saingan capres yang didukung Yenni. Sepertinya Yenni lupa kalau dia adalah bagian dari Indonesia, membawa borok Indonesia untuk diketahui dunia internasional sudah cukup memalukan apalagi dilakukan oleh jurnalis Indonesia sendiri..Betapa malunya saya, kalau saya berdiri diposisi asing yang tertawa mengatakan "hei lihat, ada jurnalis Indonesia mengata2i teman sebangsanya sendiri ditonton orang sedunia". .kebanggaan kita dihancurkan oleh kita sendiri dan kali ini panggungnya kita kuasai sendiri tapi untuk jadi bahan tertawaan orang asing.

Lalu muncul seorang wartawan asing yang sering mendapatkan penghargaan atas tulisan-tulisannya berbicara jelek tentang Prabowo di blog pribadinya dengan alasan rakyat Indonesia harus tau siapa capres yang mereka pilih...lalu beramai-ramailah kita orang Indonesia menghujat prabowo dan memuji aksi heroik seorang Allan Nairn yang berani mempertaruhkan reputasinya untuk "KEBAIKAN". Pertanyaan saya, kebaikan apa yang didapatkan orang Indonesia dari tulisan Allan?

Kita memaki, menghujat prabowo, memecah belah persaudaraan kita karena bersitegang siapa benar siapa salah berdasarkan tulisan seorang Allan yang bukan siapa-siapa..dia bahkan tidak punya hak pilih di Indonesia, dia mendapatkan panggungnya di Indonesia karena kita memberikannya ..mungkin ketenaran, wawancara2, bahkan muncul di televisi untuk menjatuhkan lawan politik jokowi-capres yang kita dukung??? Bisakah kita bayangkan kita berikan publikasi gratis kepada seorang asing yang punya dendam dengan TNI akibat perlakuan yang pernah ia terima, sedangkan kita disini saling cakar mencakar, caci-mencaci, hujat menghujat satu sama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun