Mohon tunggu...
Chiara Ifani Mukti
Chiara Ifani Mukti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Memiliki ketertarikan dalam memahami isu-isu terkini

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ujaran Istilah Tak Senonoh yang Dialami Bernadya Bukti Kemerosotan Etika Warganet Indonesia: Sudut Pandang Bahasa dalam Sistem Komunikasi Indonesia

9 November 2024   13:03 Diperbarui: 9 November 2024   13:14 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.tiktok.com/@zeavenar/photo/7418575685045718277?is_from_webapp=1&sender_device=pc&web_id=7368332624920659457

Berkembangnya teknologi saat ini membuat masyarakat indonesia menjadi lebih bebas dalam menyampaikan pendapat di media sosial. Bahasa-bahasa tertentu dan istilah populer saat ini bahkan menjadi sebuah trend bagi warganet Indonesia. Istilah-istilah nyeleneh dan unik yang saat ini berkembang tidak lepas dari pengaruh media sosial, karena proses penyebaran informasi menjadi sangat cepat dan tak terbatas. Istilah-istilah baru yang saat ini populer seperti "TOBRUT" memiliki kesan negatif. Tobrut sendiri memiliki arti "Toket Brutal", yang dalam bahasa gaul, ini ditujukan kepada wanita yang memiliki ukuran payudara diatas normal. Penggunaan istilah tersebut menjadi bukti akan adanya kemerosotan etika warganet Indonesia, khususnya dalam bermedia sosial. Hal yang tidak sepatutnya diucapkan kepada seseorang atau wanita, pada kasus ini justru dianggap biasa bahkan dijadikan bahan komedi. Sehingga sedikit warganet Indonesia yang menyadari kesalahan tersebut, dan banyak warganet yang tidak memperdulikan terkait dengan istilah tersebut.

Lalu kenapa istilah ini masih populer digunakan? Istilah tersebut masih populer karena seiring berjalannya waktu dan karena ramai, warganet menerima adanya istilah tak senonoh tersebut. Sebagaimana dalam teori konstruksi sosial karya Peter Ludwig Berger, dasar pikiran tertentu masih eksis karena telah diakui oleh Masyarakat. Meskipun dapat dikenakan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), yang digunakan untuk menindak serta mengawasi perilaku pelecehan verbal. Sayangnya, masih banyak warganet Indonesia yang tetap bebas melakukan tindak pelecehan verbal tersebut melalui media sosial. Hal tersebut terjadi karena maraknya akun anonim (tanpa nama/identitas asli) yang digunakan pelaku, sehingga memudahkan pelaku melakukan pelecehan verbal tanpa takut hukum.

Seperti pada kasus yang baru-baru ini ramai diperbincangkan di media sosial, terkait dengan salah satu penyanyi Indonesia, Bernadya. Penyanyi yang tengah viral berawal dari lagunya yang berjudul "Apa Mungkin" ini mendapatkan pelecehan verbal melalui kolom komentar di akun tiktok pribadinya. Isi konten dari penyanyi kelahiran Surabaya, 16 Maret 2004 tersebut menceritakan saat Ia sedang berada di Mall Surabaya Town Square, dan terkejut akan sepinya pusat perbelanjaan tersebut. Jauh berbeda dengan keadaan dahulu yang masih sangat eksis dan ramai pengunjung. Dalam unggahan videonya tersebut warganet membanjiri kolom komentar dengan sebutan "Tobrut, pulen, geal geol". Lontaran warganet tersebut menggambarkan bentuk dan lekuk tubuh dari penyanyi berusia 20 tahun tersebut. Hal itu terjadi lantaran dalam unggahan videonya nampak Bernadya sedang berdiri dan berjalan, sehingga terlihat jelas postur tubuhnya. Bernadya yang merasa tindakan warganet sudah sangat keterlaluan akhirnya memilih untuk menutup kolom komentar di akun tiktok pribadinya, sekaligus menghapus video unggahannya tersebut. Meskipun masih terdapat warganet yang membagikan postingan tersebut kembali, dan pada kenyataanya isi komentarnya tidak jauh berbeda dengan postingan asli yang telah dihapus.

Dalam sudut pandang Sistem Komunikasi di Indonesia, penggunaan Bahasa Indonesia harus ditekankan dalam berbagai bentuk informasi yang tersebar, baik dalam berbagai kegiatan serta dalam media digital terutama media sosial. Selain sebagai bentuk identitas nasional, upaya tersebut dilakukan sebagai bentuk keterpaduan serta kesatuan antar beragam suku dan budaya di Indonesia. Melihat hal tersebut, peristiwa ini menjadi hal yang tidak sepatutnya dilakukan, karena telah mencoreng citra penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia secara harfiah harus mengedepankan nilai-nilai Pancasila, sebagai aturan paling dasar yang harus diterapkan dalam ber-komunikasi dan ber-interaksi yang baik kepada berbagai pihak. Selain itu, dalam Sistem komunikasi Indonesia yang dikenal juga sebagai Sistem Komunikasi Pancasila, peristiwa ini jelas melanggar makna dari sila ke-2, yaitu "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Yang menekankan sikap menghargai, menghormati, dan memanusiakan manusia, serta merusak nilai moral dan etika bangsa Indonesia. Selain dilihat dari sudut pandang sistem Komunikasi Indonesia, istilah-istilah tak senonoh yang diciptakan Masyarakat ini akan sangat mempengaruhi mental korban.

Dalam hal ini, sistem komunikasi di Indonesia melalui media sosial pun memiliki peran penting sebagai berikut :

  • Tempat bagi korban pelecehan verbal untuk menyuarakan pengalaman mereka. Sehingga dapat menarik perhatian publik dan menciptakan kesadaran.
  • Sebagai media penyebar konten edukasi dan informasi untuk pemerintah, maupun komunitas mengenai cara bersosial media yang baik.
  • Ruang diskusi terbuka bagi warganet, yang telah memiliki kesadaran akan pelecehan verbal dengan Bahasa istilah yang tak senonoh.

Sebagai warga negara Indonesia sudah sepatutnya kita dapat memaknai nilai-nilai norma dan etika yang sangat dijunjung tinggi. Menghormati sesama manusia dengan cara mengendalikan diri untuk tidak bersikap kejam. Menggunakan berbagai kemudahan sistem komunikasi dengan bijak. Serta memainkan peran aktif bersosial media dengan banyak menciptakan kesadaran bagi masyarakat. Ditengah maraknya istilah-istilah negatif yang semakin banyak, peran kita sangat dibutuhkan untuk dapat menjaga kebijaksanaan dan kesantunan dalam berbicara. Sekaligus ikut serta dalam menjaga kualitas komunikasi yang baik dalam bahasa Indonesia. Sehingga kenyamanan, rasa aman dan keharmonisan antar individu dan masyarakat dapat tercapai.

Ditulis untuk memenuhi tugas dosen pengampu Mata Kuliah Sistem Komunikasi Indonesia, Drs. Widiyatmo Ekoputro, MA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun