Penulis: Chevri Korat, Mahasiswa Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Esa Unggul
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2024. Aturan yang menjadi revisi atas PP Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara diterbitkan pada Kamis (30/5).
Atas revisi Peraturan tesebut memungkinkan PT Freeport Indonesia memperpanjang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) selama dua puluh tahun hingga 2061 atau hingga umur cadangan habis lebih cepat tanpa harus menunggu sampai 2036, atau 5 tahun sebelum kontraknya saat akan berakhir pada 2041. Dapat menimbulkan berbagai resiko kedepan.
Kerugian untuk Indonesia
Pemerintah Indonesia telah membuka opsi untuk memperpanjang kontrak Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport Indonesia hingga 20 tahun setelah berakhirnya kontrak saat ini pada tahun 2041
Menandakan adanya potensi penambahan keuangan negara yang tidak optimal dari penambangan Freeport di Papua Kritik ini menyoroti perlunya keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan kedaulatan nasional serta konflik kepentingan dari para pemangku kepentingan.
Syarat utama untuk perpanjangan tersebut adalah penambahan 10% saham bagi Indonesia, yang saat ini sudah memiliki mayoritas saham di Freeport sebanyak 51%. Apakah ini langkah strategis yang mengunutungkan Indonesia kedepan. Mengingat pemerintah Indonesia melalui BUMN sudah mmeiliki saham mayoritas.
Perpanjangan kontrak Freeport hingga 2061 atau sampai cadangan habis, meskipun dengan penambahan 10% kepemilikan Indonesia, tampaknya kurang menguntungkan bagi keuangan negara.
Jika mempertimbangkan pendapatan operasional tahunan Freeport di Indonesia sebesar US$ 8,43 miliar, kepemilikan 61% hanya akan memberikan sekitar US$ 5,14 miliar per tahun kepada Indonesia. Namun, berbeda jika tidak dilakukan perpajangan kontrak sampai 2061 maka akan di kelola sepenuhnya oleh Indonesia dan pendapatan sepenuhnya masuk ke kas negara.
Perubahan kondisi fisik lingkungan dan kerusakan alam
Dalam rapat kerja dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mengatakan limbah tailing yang dibuang oleh Freeport telah menyebabkan degradasi wilayah pesisir, sungai dan beberapa pulau di Mimika. Aktivitas itu telah menyebabkan muara Sungai Ajikwa menghilang, Pulau Piriri dan Pulau Bidadari menghilang, dan Pulau Kelapa serta Pulau Yapero terancam hilang. Bahkan masyarakat menyebut limbah tailing Freeport juga mengancam nyawa penduduk sekitar karena kemunculan penyakit paru.