Mohon tunggu...
Asep Rahman
Asep Rahman Mohon Tunggu... profesional -

mendengar, melihat, membaca, lalu menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kesehatan butuh Ksatria Baja Hitam

13 Desember 2013   08:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:59 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Gelatin Babi

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa beberapa obat-obatan yang beredar di masyarakat memakai gelatin babi. Tak hanya itu, bahkan beberapa jelas-jelas menggunakan tulang dan minyak babi sebagai bahan baku utama. Penggunaan gelatin babi yang murah menjadi alasan kenapa pabrik farmasi lebih condong memilihnya daripada gelatin sapi atau rumput laut. Isu ini semakin hangat karena sementara dikajinya Rancangan Undang-undang Produk Jaminan Halal. RUU seakan sedang mandeg di kementerian agama dan kementerian kesehatan.

Suatu ketika, Menteri Kesehatan mengeluarkan komentar bahwasanya babi tidak ada dalam kandungan obat yang beredar, tapi hanya sebagai katalisator sewaktu proses produksi. Saya meragukan apakah pernyataan ini hanya sebagai bentuk pembelaan. Faktanya di lapangan, memang beberapa produk obat memakai kandungan babi, bukan hanya sebagai katalisasor pada proses produksi sebagaimana kata ibu menteri tadi. Selain itu, Menteri Kesehatan juga sepertinya tidak paham istilah halal dari kacamata Islam. Umat islam, sebagai konsumen terbesar akan farmasi negeri ini bisa dirugikan oleh informasi yang menyesatkan. Sebagai seorang menteri seharusnya beliau paham jikalau, sebuah produk dikatakan halal manakala proses dari hulu hingga hilir tetap mempertahankan kaidah halal.

Ksatria Baja Hitam

Belakangan, superhero Ksatria Baja Hitam kembali muncul setelah sekian serialnya karya Shotaro Ishinomori tidak pernah tampil. Kali ini bahkan tampil di negeri kita, lengkap dengan kendaraan Belalang Tempur-nya. Jika dalam serial TV kita meragukan apakah superheronya memiliki SIM dan STNK, tapi kali (sepertinya) lengkap karena takut menjadi buronan polisi karena gagal menilang. Kemunculan Ksatria Baja Hitam kali ini bukan untuk menyerang Gorgom, sang musuh utama, melainkan untuk meninjaui lokasi kecelakaan maut kereta api dengan truk bbm beberapa hari sebelumnya. Tentu kemunculannya di lokasi ini menjadi daya tarik tersendiri, bahkan beberapa media nasional mempublikasikannya.

Kemunculan Ksatria Baja Hitam, serta beberapa superhero lainnya sebenarnya sedang ditunggu-tunggu di sektor kesehatan. Dalam, isu keamanan pangan dan farmasi, kita butuh seorang superhero yang mampu merombak sistem yang bobrok ini. Sistem dimana dunia farmasi negeri ini sepenuhnya dalam genggaman asing. Pembenaran penggunaan produk yang diragukan kehalalannya karena bersifat 'darurat', sepenuhnya hanya sebagai bentuk pengalihan tanggung jawab pemerintah kepada rakyatnya. Ketergantungan pada pihak asing membuat kita tidak memiliki opsi pilihan lebih banyak. Kita tidak bisa menutup mata bahwasanya, secara global 70% dunia farmasi menggunakan gelatin babi. Padahal, sejatinya Indonesia mampu mandiri, karena memiliki potensi sebagai raksasa dunia farmasi dunia.

Potensi Tanaman Obat Asli Indonesia
Indonesia tercatat sebagai negara yang super-kaya akan sumber daya alam, termasuk sebagai gudang kimia bahan obat dunia. Namun, hal ini selalu dipandang sebelah mata. Baru-baru ini, tanaman Gandarusa (Justicia gendarusa), sebuah rumput yang sering kali hidup dipinggiran jalan sedang dalam tahapan dipantenkan oleh industri farmasi asing sebagai bahan baku obat kontrasepsi pria. Padahal sebelumnya mereka melakukan penelitian di Indonesia akan hal ini. Tren mematenkan ini menjadi hal yang krusial dan akan terus berlanjut. Negeri ini, harusnya segera belajar dari India dan China bagaimana mereka memproteksi sumber daya alamnya dari klaim sepihak. Haruskan kita menunggu asing memantenkan seluruh bahan baku negeri ini?

Haruskan kita menunggu saat dimana perusahaan farmasi asing berlomba-lomba memproduksi obat berbahan baku dari negeri ini, sedangkan anak cucu kita hanya duduk diam karena tidak memiliki sertifikat Hak Paten?

(Pengobatan tradisional dengan penggunaan bahan alam lokal harusnya menjadi skala prioritas karena ini sebagai bentuk perlindungan nutfah alam, budaya lokal, dan sebagai bentuk kemandirin bangsa.)

Manado, 13 Desember 2013, 09:28 WITA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun