"It always seems impossible until its done." Nelson Mandela
Kuawali tulisan ini dengan sebuah pengalaman pribadi. Saat membuat SIM C di Kota Manado yang kedua kalinya. Saat itu, aku kehilangan dompet sehingga harus membuat SIM yang kedua kalinya. Berangklah ke kantor kepolisian dimana sebelumnya aku membuat SIM.
"Pak, saya ingin membuat SIM C lagi, karena yang kemarin telah hilang." tanyaku pada seorang petugas loket SIM.
"Boleh, silahkan isi formulir ini, dan siapkan 2 lembar foto, serta biaya 350.000 rupiah, diluar biaya pemeriksaan kesehatan." jawabnya singkat sembari memberi fomulir isian.
"Bukankan masih ada data SIM-ku yang lama? Masih perlukah mengisi formulir yang sama?" tanyaku penasaran.
Terbayang bagaimana sidik jari di-scan waktu itu, hingga aku berpikir susahnya menjadi seorang penjahat kalau sidik jari sudah terekam di kepolisan. Terbayang bagaimana ekspresi wajahku ketika hendak di foto kala itu, ekspresi datar karena dilarang senyum. Terlebih lagi biaya yang harus kukeluarkan, padahal jelas-jelas biaya itu jauh lebih besar yang seharusnya (kalau ndak salah cukup seratus ribu sesuai peraturan).
Bagaimana mungkin data yang begitu lengkap termasuk database 10 jariku, tiba-tiba hilang. Komputerisasi model apa ini? Apa hanya sekedar gaya-gayaan. Jangan heran jika ada beberapa video di Youtube dengan caption "Kiyai Ditilang - Ngamuk" menjadi tren. "Seluruh Indonesia SIM dijual, tau ngak?" bentaknya pada polisi yang hendak menilang. Tapi sayang, kenapa diberi label Kiyai, preman bersurban bisa-bisa disebut kiyai juga.
Ok, tulisan kali ini tidak membahas pak polisi atau kiyai tadi. Sesuai janji saya kepada seorang sahabat saya untuk menuliskan dunia kesehatan dan teknologinya. Cerita di atas, cukup menjadi pengantar bahwa begitu lemah sistem informasi di negeri ini, lantas bagaimana dengan dunia kesehatan? Beberapa hal berikut ini mungkin bisa menjadi bahan kajian.
Dunia Kesehatan dan Teknologi
Masalah penggunaan teknologi bukan saja melanda dunia kesehatan. Bahkan seluruh sektor dilanda "gaptek massal". Database penduduk-pun yang menjadi landasan setiap pengambilan kebijakan masih diragukan kebenarannya oleh berbagai pihak. Di sektor kesehatan, lemahnya penggunaan tenoklogi tepat guna menjadi salah satu faktor lemahnya pengambilan kebijakan kesehatan, karena tidak adanya dukungan evidence-base berbasis data lapangan.
GIS (Geographic information system)