Mohon tunggu...
Asep Rahman
Asep Rahman Mohon Tunggu... profesional -

mendengar, melihat, membaca, lalu menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Korupsi, Kereta, Kesehatan, dan Keanehannya

9 Desember 2013   18:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:08 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1386588657770737431

[caption id="attachment_307434" align="aligncenter" width="600" caption="Lagi ngapain yah?"][/caption] Hari Anti-Korupsi Dunia dan Kereta Api Banyak rekan-rekan yang menuliskan melalui status facebook, kicauan twitter, tulisan blog, ataupun opininya dalam forum kompasiana tentang hari Anti-Korupsi yang diperingati hari ini (9 Desember 2013). Di hari yang sama, sebuah tragedi KRL menabrak truk tangki menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Hal ini, tidak bisa lepas dari adanya korelasi (walau agak jauh) dengan dugaan korupsi di tubuh PT. KAI. Bisa saja, kecelakaan ini, merupakan cara menegur dari Sang Kuasa kepada pemimpin negeri ini untuk tidak terus menerus mempertebal kantong sendiri atas nama rakyat. Seperti layaknya film Final Destination, para koruptor bisa sadar diri bahwa adanya jutaan cara untuk bertemu malaikat maut, termasuk tidak pernah terpikirkannya sebuat truk tangki tiba-tiba mogok di tengah lintasan kereta api. Para pembesar negeri ini, masih terbukti bermain-main dengan keselamatan umatnya. Bangkai kereta yang telah berusia 20 tahun dari Jepang, yang (mungkin) sejatinya merupakan sebuah hibab, lagi-lagi (mungkin juga) dimanupulasi harga belinya. Tiap gerbongnya dihargai 1 miliar, dan Indonesia memesan sebanyak 180 gerbong (jadi total 180M). Padahal bagi negeri Sakura, gerbong-gerbong kereta yang dikirimkan ke indonesia tidak lebih sebuah bangkai besi tua yang tidak tau mau dibuang kemana lagi. Rel Kerta Api dan Keanehannya Seringkali kendaraan bermotor tiba-tiba mati di atas perlintas kereta api. Apakah karena karena hantu atau malaikat pencabut nyawa? Atau karena apa? Ternyata, ada kajian yang menyatakan bahwa hal disebabkan karena adanya medan listrik statis. Medan listrik statis yang ditimbulkan oleh rel karena gesekan roda kereta api dengan rel dapat mempengaruhi dan mengganggu produksi besarnya bunga api pada busi, sehingga mesin mudah mati. Wah, makanya jangan coba-coba sok hebat kalau melintasi rel kereta api. Kereta Api dan Kesehatan Masyarakat WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) membeberkan bahwa secara global, kecelakaan merupakan mesin pembunuh nomor 9 penyebab kematian. Hampir mirip dengan negeri kita, angka kematian karena kecelakaan menempati meloncat 2 tangga ke posisi nomor 7 besar penyebab angka kematian. Fakta lain, ternyata 60% angka kecelakaan terjadi pada usia produktif, nomor 3 pembunuh usia produktif setalah HIV dan TBC. Memang, angka kematian dari kecelakaan kereta api jauh lebih kecil dibandingkan dengan sumber kecelakaan lain seperti sepeda motor dan mobil, namun jangan lupa, kereta api adalah sebuah transport massal. Makanya, sungguh miris jika nyawa penumpang transport publik ini dipertaruhkan dengan sebuah gerbong bekas. Ada sisi lain dari rel kereta api dari kacamata kesehatan masyarakat. Yaitu, pengobatan alternatif yang pernah heboh di beberapa media massa. Seperti foto di atas, masyarakat di atas tidak sedang berupaya bunuh diri, melainkan sedang melakukan terapi kesehatan. Terapi alternatif kereta api listrik diklaim masyarakat (kejadian di Rawa Buaya, Jakarta Barat) dapat mengobati berbagai macam penyakit dengan cara tiduran di rel kereta api. Mungkin perlu dilakukan penelitian lanjut, apa yang diklaim masyarakat bisa dibuktikan secara ilmiah atau tidak? Mungkin bisa saja ada kaitan antara medan listrik statis dan penyembuhan? (Korupsi.... Korupsi.... Korupsi.... Dimana-mana.) Manado, 9 September 2013, 18:40 WITA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun