Mohon tunggu...
Che Susanto
Che Susanto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lelaki Tua dan Pedati

3 Desember 2011   03:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:54 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Derit roda pedati memecah sunyi jalan berbatu. Seorang lelaki tua

terkantuk-kantuk dalam buaian angin lembut. Melangkah letih

sapi tua menghela pedati, menembus malam, membelah kampung sepi

pulang ke haribaan rumah kecil di balik rumpun bambu

seribu kisah telah ia lewati. Wajah keras merekam masa lalu

Tentang desing peluru kala musuh menyerbu

Bersama sepasukan burung garuda jantan

Ibu pertiwi ia pertahankan

Namun dengan nasib ia tak berkawan

Baju tentara ia tanggalkan

Pulang ke rumah masa kecilnya

Pada pedati hidup ia gantungkan

Lelaki tua dan pedati. Berbagi cerita saban hari

Pagi berangkat mengangkut mimpi

Pulang malam menjemput sunyi

Ada segumpal rindu menyesak, mengharap senyum istri-anak

Namun hanya sepi yang menyeruak

Hanya sepi yang menyambut

Sukorejo, 2007

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun