Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perfeksionisme artinya watak atau sifat seseorang yang menganggap sesuatu yang tidak sempurna sebagai hal yang tidak dapat diterima. Sifat perfeksionis bak pedang bermata dua: di satu sisi dapat menguntungkan apabila dimanfaatkan dengan baik, namun di sisi lain juga dapat merugikan.
Sifat perfeksionis dapat dikonotasikan sebagai sesuatu yang positif dan negatif. Dalam konotasi positif, orang perfeksionis dianggap memiliki standar kualitas yang tinggi, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Selain itu, mereka memiliki sifat teliti dan menaruh perhatian pada detail yang seringkali luput dari perhatian orang lain. Orang yang perfeksionis biasanya berdedikasi tinggi, disiplin, dan rajin. Di sisi lain, dalam konotasi negatif, orang perfeksionis dianggap sebagai orang yang terlalu kritis, tidak mudah puas, dan cenderung kaku.
Perfeksionisme dapat dikatakan sebagai anugerah ketika sifat ini membawa pengaruh positif bagi kehidupan. Dedikasi yang tinggi adalah salah satu karakteristik yang dimiliki orang perfeksionis. Mereka selalu totalitas dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Karakteristik ini biasanya dibarengi dengan sifat gigih dan pantang menyerah dalam menghasilkan pekerjaan berkualitas tinggi. Hal ini dapat membuat orang perfeksionis dihormati dan dikagumi oleh orang sekitarnya. Sebagai contoh, dalam mengerjakan suatu proyek, orang perfeksionis akan melakukan riset mendalam, merancang proyek tersebut dengan matang, dan kemudian mengeksekusinya dengan cermat.
Selain itu, orang perfeksionis memiliki sifat disiplin. Mereka pandai mengatur waktu dan energinya dalam mengerjakan sesuatu sehingga bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai tenggat waktu yang ditentukan dengan kualitas tinggi.
Orang perfeksionis juga memiliki sifat rajin. Mereka selalu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan suatu hal. Semua pekerjaan dianggap sebagai sesuatu yang penting dan harus selesai dengan sempurna.
Namun, perfeksionis juga dapat dikatakan sebagai musibah jika sifat ini malah membawa pengaruh negatif bagi kehidupan. Keinginan untuk menjadi sempurna justru dapat menjadi bumerang bagi mereka. Akibatnya, mereka menjadi terlalu kritis, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Bersifat kritis pada diri sendiri dapat menurunkan rasa percaya diri dan menimbulkan sifat menunda-nunda karena ingin hasil sempurna. Dalam tugas kelompok, orang perfeksionis mungkin menghadapi tantangan bekerja sama dengan orang lain karena sifat kritis yang dimilikinya. Sifat ini dapat merusak motivasi anggota kelompok untuk berkontribusi, menimbulkan konflik, dan mencegah tercapainya tujuan bersama. Contohnya, anggota kelompok yang pekerjaannya terus-menerus dikritik akan malas mengerjakan karena berpikir pekerjaannya selalu salah. Apabila pekerjaan orang lain selalu salah, orang perfeksionis cenderung akan mengerjakan bagian itu sendirian demi memenuhi standar yang mereka buat. Hal ini tentunya dapat menyebabkan konflik dan perpecahan dalam kelompok. Tujuan bersama pun tidak akan tercapai apabila kelompok itu terpecah-belah.
Standar yang terlalu tinggi juga membuat orang perfeksionis tidak mudah puas terhadap suatu pekerjaan. Mereka selalu merasa kurang dan tidak pernah cukup. Di satu sisi, sifat ini positif karena dengan tidak mudah puas, maka akan selalu ada ruang untuk perbaikan. Namun, di sisi lain, sifat ini sangat melelahkan karena dapat membuat orang perfeksionis bekerja berlebihan hingga mengabaikan waktu dan kesehatannya demi hasil yang sempurna. Tentunya dalam jangka panjang hal ini akan berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental. Sebagai contoh, mahasiswa perfeksionis rela bergadang demi mengerjakan ulang tugasnya karena tidak puas dengan hasil pekerjaannya sebelumnya.
Orang perfeksionis juga cenderung mengikuti suatu standar atau aturan tertentu yang tidak bisa diganggu gugat. Mereka sulit menerima kritik, masukan, atau pendapat orang lain, dan sulit beradaptasi terhadap perubahan. Hal ini membuat mereka terkesan kaku dan tidak fleksibel.
Karena hasil pekerjaannya selalu memuaskan, orang-orang menaruh ekspektasi dan harapan yang tinggi bagi orang perfeksionis. Akibatnya, mereka merasa harus selalu memuaskan ekspektasi dan harapan orang-orang di sekitarnya demi mendapatkan pengakuan dan validasi eksternal. Lama-kelamaan, hal ini dapat menyebabkan mereka kelelahan dan kewalahan. Hal ini dapat menjadi lebih parah, yaitu dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan bahkan depresi.
Sifat-sifat yang di atas selain membuat orang perfeksionis dihormati dan dikagumi, juga membuat mereka sulit didekati. Orang perfeksionis cenderung sulit membangun hubungan yang intim karena mereka mempunyai standar dan ekspektasi yang tinggi terhadap orang lain. Ketika ekspektasi itu tidak terpenuhi, maka mereka akan ilfeel atau hilang minat terhadap orang itu. Di samping itu, mereka takut akan kritik dan penolakan, maka sebisa mungkin mereka menghindari hal itu dengan tidak bergantung ke orang lain. Orang perfeksionis juga cenderung berpendirian teguh dan sulit berkompromi dengan prinsip dan nilai yang dianutnya. Hal ini semakin membuat mereka terasing dari orang lain. Akibatnya, orang perfeksionis sering merasa kesepian karena merasa tidak ada orang yang mampu memahami dirinya.
Pada akhirnya, keinginan untuk selalu sempurna hanyalah ilusi yang dibuat oleh orang perfeksionis karena mereka sadar bahwa selama ini mereka tidak sempurna, karena manusia selalu ingin sesuatu yang tidak mereka miliki. Manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan dan kegagalan, karena itulah sifat alami manusia, tidak sempurna. Kita perlu mengizinkan diri kita untuk salah dan gagal, kemudian belajar dari sana. Dengan cara itulah kita dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik dari hari kemarin.