Perlahan, bayangan itu memudar. Jauh dan semakin jauh hingga tak dapat ku tangkap lagi. Ilusi, yah hanya ilusi. Asa? Mungkin saja, asa yang begitu dalam dan besar yang membuatnya seakan nyata. Perlahan coba kutelusuri apa yang sebenarnya, tapi tak satu pun dapat ku tebak.
Tertatih ku coba meraba bayangmu dalam mimpi,tapi apa? semuanya hanya bagai oase fatamorgana di padang pasir. Sulit? ya sesulit itulah menggapaimu. Mampukah?? Aku tak tau...
Berlari,coba ku telusuri lagi jejak-jejak mimpi itu. Setapak demi setapak ku jelajahi, berharap menemukan secercah harapan tuk kembali menggapaimu. Cahaya, ya cahaya itu coba ku gapai ah tapi jauh dan semakin menjauh. Pudar dan memudar kemudian hilang, lenyap tak berbekas.
Terjatuh lagi dan sendiri dalam gelap. Cahaya itu, dimana cahaya itu? Aku butuh dia. Perlahan, sejengkal demi sejengkal mulai ku raba lagi. Ah itu dia cahaya yang ku butuhkan untuk menggapaimu. Dengan langkah pasti ku ayunkan kaki menujunya, dekat dan semakin dekat...
Sedikit lagi, ya sedikit lagi jerit ku dalam hati. Selangkah lagi sebelum tiba-tiba jejakku terhenti, terpaku, diam menapak tanah. Mulai ku rasa tubuh ku gemetar, kaki ku mulai goyah. Ah apa ini yang membanjiri pipiku, terisak perlahan ku sadari bahwa ini air mata. Yah, bahkan ia pun tak mampu terbendung tatkala melihat Cahaya itu tlah digenggam orang lain yang berdiri manja tepat di depan mu.
Yang menggodamu dengan senyuman terindahnya, dan mengulurkan cahaya itu padamu. Jangan,jeritku dalam hati tapi sayang tak bisa kau dengar. Semua nya mulai gelap, perlahan bayangmu dan dia memudar. Ah tidak,ternyata akulah yang mulai menghilang. Sedikit demi sedikit,sebelum akhirnya lenyap. Terakhir ku lihat kau dekap cahaya itu dan kau peluk dia............
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H