Diungkapkan Kurawa,  menurut diagnostik statistik manual,  gangguan jiwa pedofilia dialami oleh seseorang yang memiliki hubungan seksual --  KUAT dan BERULANG  -- terhadap anak pra puber.  Riset  lain tentang Pedofilia, mengungkapkan adanya abnormalitas di otak orang yang bersangkutan.  Kasus Pedofilia di dunia, ternyata banyak dilakukan oleh penganut heteroseksual. Di Indonesia  kerap terjadi, pria-pria mapan banyak yang menikahi anak perempuan kecil. Ingat kasus Syekh Puji. Bahkan prilaku pedofil dilakukan seolah-olah resmi berkedok agama. Sang pria memberikan uang atau  dalam bentuk lainnya, rumah, perhiasan, atas anak perempuan itu kepada orangtuanya.  Hingga mereka rela memberikan anaknya untuk ‘dinikahi’ pada laki-laki itu.
Di satu sisi, pedofilia yang dilakukan secara homoseksual, kasusnya tidak begitu banyak. Tetapi sekali terungkap, biasanya langsung masuk berita. Karena bukan hanya sekedar pelecehan seksual, tetapi juga dibarengi kasus pembunuhan, contoh Robot Gedek, Babe. Atau  yang sempat menghebohkan publik dua tahun lalu, yakni  kasus Emon di Sukabumi, yang korbannya diperkirakan mencapai 110 anak!  Dan  biasanya kejahatan ini didominasi, justru oleh orang-orang terdekat si anak, karena biasanya baik si anak mau pun orangtua tidak memiliki rasa curiga kepada pelaku.
Namun, tidak semua pelaku kekerasan seksual adalah pedofil. Tindakan itu bisa terjadi jika rangsangan seksual tiba-tiba muncul dan sang pelaku tidak memiliki pasangan untuk melampiaskan, atau uang untuk membayar PSK, maka anak kecil pun bisa menjadi sasaran. Kasus yang pernah terungkap, Oktober 2015 adalah pembunuhan atas bocah berusia 9 tahun yang sebelumnya diperkosa oleh teman ayah korban.
Pelaku-pelaku pedofil  (homoseksual) di Indonesia, motif utamanya biasanya didominasi oleh traumatik masa lalu. Di mana mereka juga menjadi korban namun tidak terungkap. Dari banyak kasus, biasanya korban, di kemudian hari bisa menjadi pelaku.  Ada puluhan anak-anak kecil korban Robor Gedek, Babe, Emon atau pelaku pedofil lainnya yang terungkap, dan sampai sekarang belum direhabilitasi oleh negara, maka mereka akan berpotensi menjadi keturunan Robot Gedek, Babe atau Emon jilid ke-2. Naudzubilla Min Dzalik!
Dan karena faktor traumatik, maka pelaku pedofil (homoseksual)  sifatnya ‘sangat sangat’ eksklusif. Mereka gentayangan sendiri mencari mangsa anak-anak. Biasanya di tempat-tempat yang sangat minim resiko dan si anak terpaksa dengan sukarela menyerahkan dirinya ke pelaku pedofil ini.  Dan lokasi di mana anak-anak kecil berkumpul, lalu mereka membutuhkan sesuatu agar keinginannya tercapai adalah surga bagi pedofil (homoseksual) ini.  Contohnya, warnet game online, yang kini menjadi tempat favorit anak-anak. Saat uang habis, sementara keseruan permainan mereka masih tanggung. Maka anak yang bersangkutan akan mudah dibujuk untuk melakukan apa pun ... biasanya di sinilah sang pedofil hadir.  Meski begitu, Kurawa menyebutkan di kawasan Lapangan Banteng,  Jakarta Pusat, juga banyak PSK anak lelaki. Dan biasanya para pedofil kerap hunting ke daerah itu.
KESENANGAN PRIBADI DAN BISNIS
Secara umum, pelaku pedofilia, baik heteroseksual maupun homoseksual)  memiliki dua motif dalam melakukan aksinya. Pertama, untuk kesenangan pribadi. Kedua, untuk bisnis. Proporsinya sendiri belum diketahui, apakah  faktor pertama atau kedua yang terbanyak. Namun menurut penyelidikan Biro Penyelidik Federal Amerika (FBI) , disinyalir sekitar 750 ribu pelaku pedofil yang gentanyangan di internet.  Itu yang online, belum lagi yang offline, lantaran faktor ekonomi yang menyebabkan mereka tidak bisa online di internet (Biasanya kalangan bawah).
Kaum pedofilia memang sangat memerlukan internet agar lebih mudah menjaring dan mendapatkan korban di seluruh dunia.  Disebutkan Kurawa, berdasarkan analisanya, pelaku pedofil ternyata derivate (turunan) pelaku seks sadomachochist. Mereka bisa terpuaskan dengan rintihan dan kesakitan anak-anak.  Untuk faktor yang pertama, yakni kesenangan pribadi, biasanya  mereka hunting ke lokasi-lokasi yang aman dari pengamatan orang lain.  Karena sifatnya yang harus mengulang, maka si pelaku harus melakukan dua cara agar modusnya bisa lama dan penjang.
Bagaimana caranya? Biasanya mereka melakukan pendekatan baik-baik kepada si anak agar ‘mau’ terus melayani. Tapi jika pendekatan ini gagal, maka cara terakhir adalah dengan membunuh agar si korban tidak melapor pada orang lain. Contohnya, Robot Gedek. Dari puluhan korban anak-anak yang dia sodomi, 12 anak dibunuh dan dimutilasi setelah dipakai karena beresiko cerita pada orang lain.  Jarang pelaku pedofilia melakukan kekerasan pada anak korban, lalu dilepas. Karena  sifat anak-anak yang mudah berbicara.Â
Kasus pedofilia hanya untuk kesenangan pribadi, terbanyak ditemukan di Bali. Tidak heran jika Bali menjadi surga para pedofilia. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kasus fedofia d Bali yang diungkap polisi. Banyak dilakukan oleh orang asing, karena  begitu mudahnya mereka mendekati anak-anak. Modusnya pun hampir serupa. Selalu disodori uang, mainan maupun fasilitas kepada anak-anak, agar mereka betah dan senang di lokasi pelaku. Beberapa kasus pedofilia di Bali yang dilakukan orang asing, diantaranya Mario Manara (korban 9 anak kecil, 2001), Micheal Rene  Heller (korban 3 remaja, 2001) , Grandfield Philip Robert (korban 9 orang, 2008).
IBAOBAO, SURGA BAGI PEDOFIL