Mohon tunggu...
Chelsea T
Chelsea T Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prodi Ilmu Hubungan Internasional.

seorang mahasiswa biasa, pengagum seni dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Apa yang Terjadi Saat Negara Bertengkar? Diplomasi Dijelaskan Seperti Drama Persahabatan

14 Desember 2024   00:43 Diperbarui: 14 Desember 2024   01:00 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana ruang sidang Dewan Keamanan PBB (Sumber: Reuters)


Dalam hubungan internasional, konflik antarnegara sering diibaratkan seperti pertengkaran antar teman. Sama seperti manusia, negara juga punya kepentingan, keinginan, dan ego yang kadang saling berbenturan. Tapi, bagaimana sebenarnya konflik ini dikelola dan diselesaikan? Mari kita bahas dengan cara yang lebih santai dan mudah dipahami!

Awal Konflik: Kesalahpahaman atau Perebutan "Mainan"

Coba bayangkan ada dua teman, si A dan si B, yang sedang bermain bersama. Tiba-tiba, mereka bertengkar karena berebut mainan. Dalam hubungan internasional, "mainan" ini bisa berupa wilayah, sumber daya, ataupun juga bisa kepentingan politik. Contohnya, konflik Laut China Selatan yang melibatkan beberapa negara di Asia Tenggara. Mereka "berebut" klaim atas wilayah yang sama karena potensi sumber daya alamnya yang melimpah.

Selain perebutan, konflik juga bisa muncul karena adanya kesalahpahaman. Misalnya, satu negara salah mengartikan tindakan negara lain sebagai ancaman. Sama seperti teman yang salah paham gara-gara pesan teks yang ambigu sehingga dapat menimbulkan perdebatan, negara juga bisa salah menafsirkan langkah diplomatik atau militer dari pihak lain.

Negosiasi: "Ayo Bicara Baik-Baik"

Ketika konflik terjadi, langkah pertama biasanya adalah dengan negosiasi. Ini seperti ketika si A dan si B akhirnya duduk bersama untuk membahas masalahnya. Dalam hubungan internasional, negosiasi bisa dilakukan secara langsung antara negara yang bertikai atau melalui pihak ketiga yang menjadi mediator.

Menjadi mediator memanglah tidak mudah karena dibutuhkan kenetralan dan cara serta teknik mediasi yang baik. Contoh nyatanya adalah konflik Israel-Palestina. Pihak ketiga seperti Amerika Serikat atau PBB sering turun tangan untuk memediasi pembicaraan damai. Dilansir dari The Chicago Councils on GLOBAL AFFAIRS, sebagian besar warga Amerika (39%)  mengatakan bahwa Amerika Serikat harus menjadi mediator netral dalam konflik tersebut. Sama seperti seorang teman yang mencoba mendamaikan dua orang yang bertengkar, mediator bertugas menjaga agar pembicaraan tetap berjalan baik tanpa memihak pihak manapun. 

Mediasi dan Arbitrase: "Panggil Orang Dewasa!"

Ketika negosiasi mentok, biasanya diperlukan pihak yang lebih berotoritas untuk membantu menyelesaikan masalah. Ini mirip dengan memanggil guru atau orang tua saat teman bertengkar di sekolah.

Dalam konteks internasional, mediasi dilakukan oleh organisasi seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Jika mediasi masih gagal, negara bisa memilih arbitrase, yaitu menyerahkan penyelesaian konflik kepada pengadilan internasional seperti Mahkamah Internasional. Contohnya, sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang diselesaikan melalui arbitrase.

Sanksi: "Hukuman untuk Memberi Pelajaran"

Kalau negosiasi atau mediasi gagal, sering kali negara-negara lain memberikan sanksi kepada pihak yang dianggap bersalah. Ini seperti seorang teman yang memutuskan tidak mau bermain lagi dengan si A karena dianggap terlalu egois.

Sanksi internasional biasanya berupa pembatasan perdagangan, pembekuan aset, atau larangan perjalanan. Misalnya, sanksi yang diberikan kepada Rusia setelah invasinya ke Ukraina. Sanksi ini bertujuan memberikan tekanan ekonomi dan politik agar pihak yang bersalah mau mengubah perilakunya.

Resolusi: "Ayo Damai Lagi"

Pada akhirnya, kebanyakan konflik diakhiri dengan resolusi. Resolusi ini bisa berupa perjanjian damai, pembagian wilayah, atau melakukan kerja sama baru. Sama seperti teman yang akhirnya berbagi mainannya  atau memutuskan bermain permainan lain, negara-negara juga perlu menemukan solusi yang saling menguntungkan keduannya.

Contoh sukses adalah perjanjian damai antara Mesir dan Israel pada tahun 1979. Dengan bantuan Amerika Serikat, kedua negara menandatangani Perjanjian Camp David yang mengakhiri konflik panjang di antara mereka.

Belajar dari Konflik: "Persahabatan Itu Penting"

Setiap konflik, baik di antara teman maupun negara, selalu menyisakan pelajaran. Dalam hubungan internasional, pelajaran ini sering dituangkan dalam bentuk kebijakan baru atau aliansi yang lebih kuat. Contohnya, setelah Perang Dunia II, negara-negara di Eropa membentuk Uni Eropa sebagai upaya untuk mencegah konflik serupa terjadi lagi.

Kesimpulan

Hubungan antarnegara memang rumit, tapi sebenarnya esensinya tidak jauh berbeda dengan hubungan antar manusia. Dengan saling memahami satu sama lain, bernegosiasi, dan mencari solusi bersama, serumit apapun itu konflik pasti bisa diselesaikan. Seperti diadakannya musyawarah untuk mencapai sebuah mufakat. Jadi, sama seperti dalam persahabatan, menjaga hubungan baik antarnegara juga butuh komunikasi, kesabaran, dan niat untuk berdamai. Kalau teman saja bisa berdamai, masa negara tidak? 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun