Dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, sektor pendidikan dilakukan perubahan besar. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sekarang dibagi menjadi tiga: Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, serta Kementrian Keduyaan. Perubahan tersebut bertujuan untuk meningkatkan fokus di setiap sektor, tetapi perubahan ini justru menuai kritik atas ketidakstabilan dan ketidakpastian terhadap siswa dan guru.
Setiap tahun sistem penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi berubah-ubah, mulai dari sistem tahun 2022 yang berbeda dan diubah lagi di tahun 2023, hingga potensi sistem baru pada 2024 akibat restrukturisasi kementrian. Siswa yang sudah menyiapkan diri berdasarkan sistem sebelumnya harus merencanakan ulang. Hal ini membutan para siswa terombang-ambing karena dituntut untuk cepat beradaptasi.
Rencana menghidupkan kembali Ujian Nasional (UN), yang sebelumnya dihapus di era Nadiem Makarim, juga mengundang reaksi beragam. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, menyatakan bahwa kajian masih berjalan untuk menentukan fungsi UN dalam penilaian kompetensi siswa.
“Kita masih mengkaji, dan baru akan diskusi dengan para peneliti serta pengambil kebijakan terkait UN,” kata Mu'ti dilansir dari Detik News.
Beberapa pihak menganggap Ujian Nasional memberi standar yang jelas untuk menilai kualitas pendidikan. “UN dapat digunakan untuk evaluasi nasional, melihat daerah mana yang perlu perhatian lebih,” kata Prof. Cecep Darmawan dari Universitas Pendidikan Indonesia. Namun, ia juga mengingatkan bahwa UN tidak boleh dikaitkan dengan kelulusan siswa.
"UN seharusnya hanya untuk mengukur mutu pendidikan, bukan penentu kelulusan," ujarnya dilansir dari Antara News.
Disisi lain, UN juga menuai banyak kritik karena meningkatkan beban psikologis siswa. Hal ini, karena UN terlalu fokus terhadap hasil akhir, bukan proses pembelajaran. Soal-soal UN juga sering dianggap lebih mengutamakan hafalan daripada pemahaman mendalam.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang membutuhkan fokus dan stabilitas untuk berjalan efektif. Perubahan kebijakan yang tidak konsisten dapat menghambat proses belajar karena menciptakan ketidakpastian. Di era kepemimpinan Presiden Prabowo, diharapkan adanya keberlanjutan kebijakan pendidikan agar Indonesia lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H