Mari Kenali Farmasis!!Mungkin ada yg bertanya, kenapa saya mengangkat judul ini. Alasannya simpel saja, ada rekan sejawat yang masih berpendapat bahwa farmasis sama halnya dengan penjual obat, ini jelas menggelitik rasa kecintaan saya pada bidang farmasis yang sedang saya tekuni. Saya rasa, sebagai rekan sejawat seharusnya bisa lebih memahami profesi farmasis dibandingkan dengan orang awam. Tapi kalau memang 'farmasis' ternyata masih kurang 'eksis', maka lewat tulisan ini saya akan mencoba memperkenalkannya. Sesuai dengan Peraturan Peraturan Pemerintah RI No.51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, disebutkan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apa itu sediaan farmasi? Sediaan Farmasi adalah Obat, Bahan Obat, Obat Tradisional, dan Kosmetika. Lalu, apa perbedaan antara Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian? Apotekeradalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai sarjana, melanjutkan pendidikan untuk profesi apoteker, dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi/Asisten Apoteker, Analis Farmasi, danTenaga Menengah Farmasi. Semua yang telah dijabarkan merupakan hasil dari peraturan yang mengikat tentang siapa itu farmasis. Seperti yang sudah dijelaskan pada tulisan sebelumnya, kita dapat mengerti bahwa farmasis merupakan profesi yang memiliki ranah pekerjaan yang begitu luas. Dari hulu hingga ke hilir. Mulai dari penyiapan bahan baku obat, pembuatan obat di industri, distribusi obat, hingga pelayanan kefarmasian yang dilakukan di apotek maupun rumah sakit. Farmasis berkewajiban dalam menjamin keamanan, kualitas, dan khasiat dari obat-obatan yang akan dikonsumsi pasien. Di sisi lain mendapatkan informasi, edukasi, dan konseling mengenai obat merupakan Hak Pasien. Namun, kebanyakan dari pasien masih kurang mengerti mengenai pentingnya suatu informasi, edukasi, dan konseling mengenai obat. Padahal, setiap obat memiliki karakteristik dan spesifikasi yang berbeda-beda. Bahkan, pada pasien dengan kondisi tertentu, obat memiliki sifat toleransi yang berbeda pula. Parahnya, jika dalam konsumsi obat tidak sesuai dengan kondisi pasien dan aturan pakai dari obat, dapat menyebabkan efek yang buruk bagi kesehatan. Siapapun anda, apapun jabatan anda, mari bagikan informasi ini, semua yang kita ketahui tentanghak pasien untuk mendapatkan informasi, edukasi dan konseling obat yang mereka terima merupakan suatu tiket yang sangat mewah. Pendidikan selama 5 tahun, mungkin lebih, untuk menjadi seorang farmasis, dan salah satu prinsip Long life learner dalam Pharmaceutical caremerupakan petunjuk bahwa seorang farmasis harus expert dalam bidangnya. Daripada kita bertanya pada seseorang yang latar belakang pendidikannya belum jelas, atau bertanya pada mereka yang tidak menggeluti dunia obat-obatan, atau bahkan bertanya pada rumput yang bergoyang, bukankah bertanya pada apoteker merupakan suatu kepantasan? Praktek kefarmasian dunia sekarang ini menuju ke arah yang mengintegrasikan antara patient-focused care dan pelayanan distribusi obat. Kecenderungan untuk tampil sebagai profesi yang paripurna akan diwujudkan dengan dilaksanakannya pharmaceutical care dimana farmasis bertanggungjawab akan ketepatan dari terapi obat dengan tujuan untuk mencapai luaran yang pasti dalam peningkatan kualitas hidup pasien. Empat luaran tersebut meliputi penyembuhan penyakit, menghilangkan atau mengurangi simptom yang muncul, menahan atau menghambat proses penyakit dan mencegah penyakit atau simptom tersebut. Pharmaceutical care membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang farmakoterapi, pemahaman yang baik tentang etimologi penyakit, pengetahuan tentang produk obat, kemampuan komunikasi yang kuat, monitoring obat, informasi obat dan keahlian perencanaan terapi serta kemampuan untuk memperkirakan dan menginterpretasikan data klinis yang ada. Terapi pengobatan pasien tidaklah sesederhana berobat ke dokter, ambil obat ke apotek lalu pulang. Obat, pada hakekatnya adalah racun bagi tubuh, yang bila tidak digunakan secara tepat akan membahayakan bagi pasien. Disinilah peran penting farmasis dibutuhkan. Karena pasien hanya mempunyai sedikit pengetahuan tentang obat atau bahkan tidak sama sekali. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, sesungguhnya tugas farmasis lebih banyak dibandingkan dokter. Dokter hanyalah sebagai inisiator mulainya terapi. Namun dalam proses sampai akhir terapi adalah bagian farmasis. Selain itu posisi farmasis dalam sistem pelayanan kesehatan juga tidak dapat digantikan karena farmasis merupakan “DRUG EXPERTS” sekali lagi, MARI KENALI FARMASIS!!! (^o^)/ PS: Bagi sesama calon Farmasis, sepertinya kita dituntut untuk lebih banyak belajar, hehehe.... (khususnya saya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H