Tugas pertama yang saya pilih dalam pelajaran menulis ESL yang saya ikuti, adalah menuliskan karakteristik orang Indonesia. Dan saya cukup berpikir keras untuk itu. Masalahnya adalah, selain kendala bahasa, saya mencoba dengan sangat untuk dapat menemukan hal-hal yang dapat saya banggakan sebagai orang Indonesia.
Hal pertama yang saya coba kembangkan dalam tulisan saya adalah keramah-tamahan. Nyatanya, dalam lingkungan tertentu mungkin hal ini berlaku. Antara orang Indonesia dengan orang asing hal ini bisa jadi sangat terasa. Hubungan dengan orang-orang secara yang secara hirarkis berada di level atas, hal ini juga sangat bisa terlihat. Tapi, jika Anda bukan siapa-siapa, terkadang keramah-tamahan ini sulit Anda dapatkan. Saya pernah merasakan sendiri di beberapa hotel berbintang di kota-kota besar, perbedaan perlakuan antara tamu-tamu dari negara asing dengan tamu-tamu domestik. Maka saya mengambil kesimpulan sementara, keramah-tamahan yang kita miliki masih pandang bulu. Tidak berlaku untuk semua orang. Dan saya tidak bisa bangga dengan hal itu.
Hal yang kedua yang sangat ingin saya tulis, adalah bahwa orang Indonesia sangat gemar membaca dan menambah pengetahuan mereka. Tapi lagi-lagi saya terbentur dengan kenyataan bahwa membaca masih menjadi kebiasaan kalangan tertentu. Sebagian besar dari masyarakat Indonesia masih lebih memilih menonton, nongkrong, mengobrol, mendengarkan music, bermain dengan media sosial online, bermain game elektronik, atau hiburan lainnya daripada membaca. Bukan hal yang dapat saya banggakan.
Hal ketiga yang juga menjadi impian saya untuk dapat menuliskannya, adalah bahwa orang Indonesia adalah pekerja keras. Tak dapat dipungkiri, beberapa orang Indonesia yang terkenal dan sukses adalah benar-benar pekerja keras. Tapi lagi-lagi jumlah mereka hanyalah segelintir dari jumlah orang-orang Indonesia yang hampir mencapai 243 juta jiwa. Dari pengalaman saya sehari-hari, sebagian besar dari kami, termasuk saya, baru hanya bisa bermimpi dan senang sekali dibuai oleh angan-angan. Hal-hal besar memang dimulai dari mimpi. Tapi masalahnya adalah, sangat sedikit dari kami yang lalu bekerja keras dan berani menghadapi segala rintangan dan penderitaan untuk dapat menggapai angan-angan kami sendiri. Dan saya tidak berbangga dengan hal tersebut.
Satu lagi. Orang Indonesia adalah masyarakat yang konsumtif dan sangat mudah dipengaruhi dengan advertorial-advertorial indah di majalah atau billboard. Akibatnya, Indonesia menjadi pasar nomor satu untuk barang-barang baik gadget elektronik maupun fashion dengan berbagai tingkatan, mulai dari low end sampai super high end. Semuanya dapat diserap oleh pasar Indonesia. Sekali lagi, sama sekali bukan hal yang ingin saya banggakan.
Belakangan, kabut-kabut kebanggaan dalam benak saya semakin gelap menghitam dengan ingatan akan kasus-kasus korupsi yang berlarut-larut, jual beli hukum, eufemisme lama kolusi sebagai kesalahan prosedur, feodalisme yang masih berkembang dalam beberapa institusi dan makin memperparah suasana kerja, komersialisasi pendidikan, mahalnya kesehatan dan penghidupan yang layak, eksploitasi tanpa ampun tanah negeri oleh perusahaan-perusahaan asing, kasus-kasus TKW di negeri orang, wawancara Andi F. Noya dengan professor-profesor muda Indonesia di luar negeri yang enggan kembali karena merasa kurang dihargai di negeri sendiri, dan isu-isu lainnya yang mereka selalu sebut di berbagai media sebagai kegagalan pemerintah.
Apakah saya malu menjadi orang Indonesia? Tidak! Sungguh, di meja saya ada miniatur bendera Merah Putih. Ada hiasan bendera-bendera dari berbagai negara di dunia yang dipajang di salah satu toko buku terkenal, dan saya memilih bendera Merah Putih untuk saya beli, meskipun pramuniaga toko harus mengaduk-aduk stok di laci toko mencari bendera tersebut (bagaimana mungkin mereka tidak memajangnya ?!). Bagaimanapun keadaannya, saya tetap orang Indonesia dan ingin menunjukkannya pada dunia.
Saya mengenal beberapa kawan yang terus konsisten berjuang dengan caranya masing-masing untuk satu hal, Indonesia yang lebih baik. Dan mereka juga punya kawan-kawan seperjuangan dengan cita-cita yang sama. Jika saya yang bukan siapa-siapa punya kawan-kawan seperti itu, maka besar kemungkinan Anda-Anda mengenal lebih banyak kawan-kawan dengan perjuangan yang sama. Maka sebenarnya, Indonesia masih memiliki harapan. Suatu hari, ketika anak cucu kita diminta menulis tentang Indonesia dalam bahasa apa pun, mereka akan menulisnya dengan kebanggaan yang lebih besar dari yang mungkin kita rasakan hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H