Mohon tunggu...
Chelluz Pahun
Chelluz Pahun Mohon Tunggu... Peneliti -

Musafir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yukk.. Bantu Tunanetra “Melihat” Dunia

23 September 2014   20:39 Diperbarui: 28 September 2015   03:45 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sampai saat ini belum ada perpustakaan atau taman bacaan yang dapat diakses oleh kelompok tunanetra kalaupun ada jumlahnya sangat sedikit dan tidak memadai. Padahal jumlah Tunanetra di Indonesia mencapai 3,5 juta jiwa setara dengan jumlah penduduk Singapura.

Keprihatinan akan keterbatasan ketersediaan buku bagi tunanetra di Indonesia mendorong Sinergi Indonesia bersama yayasan Mitra Netra mengelar gerakan pengetikan ulang buku untuk Tunanetra (PUBT) dalam event Indonesia Music and Mission Festival 2014 (IMMF), yang berlangsung pada Jumat, (12-14/9/2014) lalu di Bumi perkemahan cibubur.

Para relawan dalam gerakan ini mengetik ulang buku-buku populer seperti tulisan para pakar, novel dan buku-buku pelajaran ke dokumen MS Word. Soft copy buku dalam format MS Word hasil ketikan para relawan ini selanjutnya diproses menjadi file berformat Braille dengan menggunakan software Mitra Netra Braille Converter (MBC)

Semua file buku yang telah berformat huruf Braille tersebut selanjutnya dikompilasi dalam sebuah perpustakaan Braille on line yang diberinama KEBI. KEBI sendiri singkatan dari Komunitas E-Braille Indonesia. Saat ini KEBI telah memiliki lebih dari 1500 judul buku. Jika jumlah itu dibandingkan dengan jumlah buku yang ada di toko buku atau perpustakaan umum, tentu masih jauh dari memadai.

Kalau dibandingkan dengan penambahan buku yang ada dimasyarakat setiap tahun ;sangat jauh ya jumlahnya. IKAPI bilang setiap tahuna da 10 ribu buku baru yang diterbitkan. Berarti kalau 100-150 buku yang diketik ulang untuk tunanetra berartii hanya 10%-15% saja, masih banyak yang belum bisa diakses teman-teman tunanetra

Akses buku bagi tunanetra ditanah air masih sangat kurang. Jangkauan program yang mereka lakukan juga masih terbatas hanya dibeberapa kota saja. Padahal saat ini minat membaca kelompok tunanetra sangat meningkat. Bantuan relawan mengetik ulang buku populer ini telah memangkas kurang lebih 85 % dari seluruh pekerjaan produksi buku Braille.

Kita yang peduli tentu berharap ada peraturan perundangan yang memberikan kemudahan bagi tunanetra di Indonesia dalam mendapatkan akses atas buku-buku. Buku adalah salah satu pilar penting penyangga “pendidikan”. Tak ada pendidikan tanpa buku. Jika akses tunanetra atas buku masih terbatas, bisa dibayangkan bagaimana kualitas pendidikan tunanetra di negeri ini.

Gerakan pengetikan ulang buku untuk Tunanetra bersama para relawan merupakan upaya mengatasi “kondisi darurat” yang ada saat ini. Selanjutnya, komunitas tunanetra mengharapkan  akan ada “sistem” khusus yang dibangun di Indonesia, guna mempermudah tunanetra mengakses buku dan “melihat” Dunia.

Anda tertarik menjadi relawan hub fency_2012@yahoo.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun