Hari ini (Senin, 5-9-22) Â sejak diumumkannya kenaikan BBM Pertalite, Solar dan Pertamax Sabtu lalu, 3 September 2022, pukul 14.30, di mana-mana terjadi aksi demo. Demo kali ini terbilang masif dan merata di sebagian besar kota, dan berbagai ragam lapisan masyarakat. Ada buruh, mahasiswa dari berbagai organisasi mahasiswa seperti HMI dan PMII, LSM, dan kelompok masyarakat lainnya.
Kenaikan BBM lumayan signifikan. Harga Pertalite yang semula Rp 7.650 kini naik menjadi Rp 10.000 per liter, solar dari Rp 5.150 per liter naik menjadi Rp 6.800, dan Pertamax naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.
Agar masyarakat rentan, dan pekerja yang upah/gaji nya di bawah Rp. 3,5 juta, mendapatkan bantalan sosial Rp. 600 ribu untuk 4 bulan, dengan total anggaran Rp. 24,17 triliun. Ada sekitar 20,66  juta masyarakat miskin, dan 16 juta pekerja rentan mendapatkan bantalan sosial. Jadi total ada 30,17 juta penerima manfaat (KPM). Apakah mereka itu tepat sasaran, DTKS nya akurat, nanti audit BPK akan menjawab. Perlu diketahui bahwa pada audit BPK tahun lalu, dilaporkan ada sejumlah Rp. 6,93 triliun  bansos yang  salah sasaran meliputi bantuan program PKH, sembako, Bantuan Pangan Non Tunai dan BLT Tunai.
Apakah janji bantalan sosial itu  menenangkan?. Ternyata demo meledak di mana-mana. Aparat Kepolisian kewalahan. Apalagi pamor polisi sekarang ini sedang menurun karena kaisar Sambo. Mudah-mudahan polisi bisa presisi dalam menghadapi para demonstran.
Kekhawatiran kita, jika demo sekarang ini ibarat bola salju yang terus membesar, jika pemerintah tidak melakukan langkah politik dengan mencabut kenaikan BBM (apa mungkin?). Apalagi alasan yang diberikan pemerintah berbeda dengan kenyataan dilapangan yang mereka dapatkan.
Alasan harga ICP (Indonesian Crude Price) dunia menaik, ternyata sekarang ini cenderung menurun. Kemudian Menkeu berkelit, ya benar turun harga ICP dunia tetapi tidak cukup menambal subsidi yang membesar. Alasan lain  70% subsidi Pertalite, dan solar dinikmati oleh orang kaya, kenapa mereka yang beli BBM disalahkan?
Kesalahan itu ada pada pemerintah karena tidak dapat mengendalikan agar solar dan Pertalite hanya dibeli oleh mereka yang masuk golongan miskin. Pemerintah membiarkannya. Belakangan setelah subsidi BBM membengkak baru teriak-teriak.Â
Jelas tidak fair. Pemerintah itu yang punya aparat untuk menegakkan hukum, untuk mengawasi, dan mengontrol distribusi BBM. Apakah pembiaran oleh  pemerintah, wajar disalahkan masyarakat yang butuh BBM?
Bantalan  sosial itu  jika benar pada sasarannya, hanya agar mereka yang miskin itu sekedar tidak nyungsep ke lumpur kemiskinan, selama 4 bulan. Setelah empat bulan  jika bantalan sosial dihentikan ya nyungsep lagi.
Sebagai perhitungan sederhana saja. Dengan kenaikan BBM, diproyeksikan potensi dana subsidi dapat dihemat Rp. 150 triliun. dikeluarkan untuk bantalan sosial Rp. 24 triliun. berarti ada penghematan beban subsidi Rp. 126 triliun. tapi implikasinya diperhitungkan juga lebih dari Rp. 126 triliun. baik yang tangible maupun intangible.Â
Social cost yang timbul berapa jika dirupiahkan, seperti demo-demo yang tentunya memerlukan mobilisasi aparat, masyarakat, kerusakan sarana dan prasarana, apa lagi jika ada yang korban manusia.
Dari sisi kenaikan barang-barang kebutuhan pokok, transportasi , tumbuh liar tidak terkendali. Kenaikan BBM menjadi alasan utama untuk menaikkan barang. Hal itu sudah pasti diketahui para aparat dan birokrasi pemerintah karena berulang terjadi jika kenaikan BBM.
Perlu dicermati peluncuran BLT sebagai bantalan sosial, baru secara seremonial dilakukan Presiden Jokowi di Maluku akhir bulan lalu. Setelah itu media minim sekali  ( setidaknya sampai hari ini 5/9-22)  meliput Kantor Pos membayar BLT kepada KPM atau belum ada BLT yang disalurkan? Tentu situasi semakin "liar" di lapis bawah. Apakah Kemensos masih melakukan pemutakhiran data yang katanya sekarang ini setiap bulan di up date, atau ada pertimbangan lain.
Dari sisi PT Pos sudah siap menyalurkan, tapi terbentur data. Â "Data penerima secara bertahap akan kami terima. Saat ini data yang masuk sudah ada 1,5 juta orang dan kami langsung mengirimkan undangan ke alamat masing-masing dengan keterangan jadwal dan lokasi pengambilan BLT BBM ," ujar Faizal. Dirut PT Pos Indonesia. Artinya sampai hari ini BLT itu belum disalurkan, BBM sudah naik harganya.
Kalau dihitung dampak ekonomi mikro di masyarakat  mungkin saja melampaui penghematan subsidi BBM  sebesar Rp. 126 triliun itu. Pertanyaannya siapa yang memikul dampak itu. Sudah pasti rakyat...rakyat...rakyat miskin yang semakin dalam kemiskinannya.
Bagaimana solusinya?
Menkeu Sri Mulyani adalah pemain lama di kabinet SBY dan Jokowi. BLT itu diluncurkan tidak terlepas dari design beliau sewaktu di Bappenas maupun Menkeu. Beliau sudah paham lah. Kebijakan SBY waktu itu, pastikan dulu BLT Â diluncurkan secara masif, merata di seluruh propinsi. Para menteri ditugaskan melakukan pemantauan. SBY belum mau menaikkan harga BBM sebelum dipastikan penyaluran BLT berjalan di semua daerah propinsi dan kabupaten.
Apakah Menkeu ada memberikan advis pada Presiden untuk memastikan dulu  36 juta KPM (tepat sasaran) mendapatkan BLT, Disalurkan kepada semuanya itu untuk 2 atau 4 bulan secara masif oleh PT.Pos, baru naikkan harga BBM tetapi jangan drastis, bertahap. Mungin gejolak demo masa tidak sebesar sekarang ini.
Sekarang situasi serba sulit. Kita tidak dapat meramalkan bagaimana situasi kedepan ini. Semoga pemerintah dapat mencabut kebijakannya menaikkan BBM bersubsidi, dan masyarakat kembali tenang, dan momentum pertumbuhan ekonomi yang mulai bergerak dapat terus bergerak. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H