Dari sisi kenaikan barang-barang kebutuhan pokok, transportasi , tumbuh liar tidak terkendali. Kenaikan BBM menjadi alasan utama untuk menaikkan barang. Hal itu sudah pasti diketahui para aparat dan birokrasi pemerintah karena berulang terjadi jika kenaikan BBM.
Perlu dicermati peluncuran BLT sebagai bantalan sosial, baru secara seremonial dilakukan Presiden Jokowi di Maluku akhir bulan lalu. Setelah itu media minim sekali  ( setidaknya sampai hari ini 5/9-22)  meliput Kantor Pos membayar BLT kepada KPM atau belum ada BLT yang disalurkan? Tentu situasi semakin "liar" di lapis bawah. Apakah Kemensos masih melakukan pemutakhiran data yang katanya sekarang ini setiap bulan di up date, atau ada pertimbangan lain.
Dari sisi PT Pos sudah siap menyalurkan, tapi terbentur data. Â "Data penerima secara bertahap akan kami terima. Saat ini data yang masuk sudah ada 1,5 juta orang dan kami langsung mengirimkan undangan ke alamat masing-masing dengan keterangan jadwal dan lokasi pengambilan BLT BBM ," ujar Faizal. Dirut PT Pos Indonesia. Artinya sampai hari ini BLT itu belum disalurkan, BBM sudah naik harganya.
Kalau dihitung dampak ekonomi mikro di masyarakat  mungkin saja melampaui penghematan subsidi BBM  sebesar Rp. 126 triliun itu. Pertanyaannya siapa yang memikul dampak itu. Sudah pasti rakyat...rakyat...rakyat miskin yang semakin dalam kemiskinannya.
Bagaimana solusinya?
Menkeu Sri Mulyani adalah pemain lama di kabinet SBY dan Jokowi. BLT itu diluncurkan tidak terlepas dari design beliau sewaktu di Bappenas maupun Menkeu. Beliau sudah paham lah. Kebijakan SBY waktu itu, pastikan dulu BLT Â diluncurkan secara masif, merata di seluruh propinsi. Para menteri ditugaskan melakukan pemantauan. SBY belum mau menaikkan harga BBM sebelum dipastikan penyaluran BLT berjalan di semua daerah propinsi dan kabupaten.
Apakah Menkeu ada memberikan advis pada Presiden untuk memastikan dulu  36 juta KPM (tepat sasaran) mendapatkan BLT, Disalurkan kepada semuanya itu untuk 2 atau 4 bulan secara masif oleh PT.Pos, baru naikkan harga BBM tetapi jangan drastis, bertahap. Mungin gejolak demo masa tidak sebesar sekarang ini.
Sekarang situasi serba sulit. Kita tidak dapat meramalkan bagaimana situasi kedepan ini. Semoga pemerintah dapat mencabut kebijakannya menaikkan BBM bersubsidi, dan masyarakat kembali tenang, dan momentum pertumbuhan ekonomi yang mulai bergerak dapat terus bergerak. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H