Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Persoalan Bansos Salah Sasaran

18 Juni 2022   23:21 Diperbarui: 18 Juni 2022   23:25 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tulisan saya tanggal 7 Februari 2022 yang lalu  di Kompasiana.com  berjudul " Dilema Pananganan Fakir Miskin ( Lanjutan "Robohnya Pilar Pembangunan Kessos")  menguraikan kemelut kelembagaan di Kemensos.

https://www.kompasiana.com/chazali/62014f06b4616e163702b632/dilema-penanganan-fakir-miskin-lanjutan-robohnya-pilar-pembangunan-kessos?page=all#sectionall,   

Dibagian akhir tulisan itu saya me-list ada 10 persoalan dan tantangan yang dihadapi Kemensos, dengan bubarnya Ditjen Penanganan Fakir Miskin  (implikasi dari terbitnya Perpres Nomor 110/2021 tentang Kemensos) Antara lain: .

  • Berpotensi untuk dilakukannya _Judicial Review_ ke Mahkamah Agung, karena Perpres 110/2021, bertentangan dengan UU Penanganan Fakir Miskin Nomor 13/2011 yaitu hilangnya tugas dan tanggungjawab Kemensos menangani fakir miskin yang diamanatkan dalam UU 13/2011.
  • Hilangnya program dengan nomenklatur Penanganan Fakir Miskin di Kemensos, termasuk target sasaran, dan indikator keberhasilannya tidak bisa lagi diukur.
  • Ditjen PFM untuk tahun 2022, alokasi program BPNT bagi Fakir Miskin, APBN mengalokasikan sebesar Rp. 48 triliun. Skema Penanganan Fakir Miskin itu terstruktur, terukur, dan jelas target penerima manfaat, by name by address_ sesuai DTKS.
  • Jika dana Rp. 48 triliun untuk sasaran penerima fakir miskin dialihkan ke Ditjen Linjamsos (Perlindungan dan Jaminan Sosial) dengan skema bantuan sosial, penggunaan dana lebih fleksibel, karena sasaran dan lokasi penerima manfaat sangat longgar dan dengan mudah dialihkan.
  • Pada Ditjen Linjamsos, sudah ada program PKH dengan dana sekitar Rp. 30 triliun. Mendapatkan dana limpahan Ditjen PFM sebesar Rp. 48 triliun, akan menimbulkan over load  beban kerja dan berpotensi terjadinya penyimpangan, jika sistem pengendalian tidak kuat.
  • Pendataan fakir miskin melalui DTKS yang dilaksanakan oleh Pusdatin akan kehilangan legalitas, karena tidak ada lagi fakir miskin dalam kamus Pusdatin.
  • Kemensos kehilangan fungsi koordinasi terhadap kementerian lainnya yang menangani fakir miskin dari aspek kesehatan, pendidikan, dan aspek lainnya yang tercantum dalam UU PFM.
  • Terjadi kondisi birokrasi yang serba tidak pasti melanda ASN Kemensos, dengan jabatan eselon 2 dibiarkan kosong. Dari 6 jabatan eselon 2 di lingkungan Setjen, 4 Kepala Biro ( Keuangan, Perencanaan, Kepegawaian, Hukum) dibiarkan kosong. Ibu Risma harus mengisi formasi itu dengan ASN yang career path nya jelas, profesional, dan menguasai persoalan teknis di lingkungan jabatan yang akan diisi.

Dengan berbagai persoalan yang dihadapi Kemensos, tentu tidak mudah mengatasinya. Apalagi proses konsolidasi kelembagaan dan birokrasi di internal Kemensos tidak berusaha untuk diperbaiki. Kita berharap Kemensos dapat menghindar dan melepaskan diri dari jepitan kepentingan politik tertentu, yang mengorbankan fakir miskin.

Sejak Kemensos mengalami Downgrade  pengorganisasian dengan hilangnya 2 lembaga setingkat eselon 1, berimplikasi porak porandanya birokrasi. Ada sekitar 12  pejabat eselon 2 yang difungsionalkan tanpa dasar pertimbangan yang jelas.  Pejabat eselon 1 yang dimutasikan menjadi Dosen  di STKS. Bahkan sampai saat ini 3 jabatan eselon 2  Sekretariat Jenderal belum diisi. Masih di PLT kan. Katanya sedang dalam proses biding. Tidak jelas kenapa bidingnya terlalu lama. Padahal job  nya sangat penting. Perencanaan, Keuangan, Kepegawaian. 

Akibatnya Mensos mengurus semua urusan dengan rentang kendali yang jauh. Dibantu dengan staf khusus yang tidak punya pengalaman menangani birokrasi.  Kelihatannya pejabat eselon 1 struktural, duduk manis nunggu perintah.

Dari sisi program, persoalan sudah mulai muncul. Hasil temuan BPK tahun 2021 mempertanyakan dan mempersoalkan kebijakan penyaluran Bansos (PKH/BPNT) yang salah sasaran dan berpotensi menimbulkan kerugian Rp. 6,9 triliun.  dari temuan itu terindikasi Mensos tidak dapat melakukan pengendalian program Bansos yang begitu masif dan luas jangkauan pelayanannya.  Early warning system  tidak tersedia dengan baik,  hal itu dapat terlihat dari poin hasil temuan BPK.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021, BPK menyebut ada indikasi tiga jenis bansos, yang tidak tepat sasaran sebesar Rp6,93 triliun, yakni PKH, BPNT, dan BST.

Bahkan, tiga bansos tersebut diketahui diberikan kepada masyarakat yang belum terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan ada yang meninggal dunia.

Berikut indikasi BPK terhadap tidak tepatnya penyaluran 3 jenis bansos;

  • Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH dan Sembako/BPNT serta BST yang tidak ada di DTKS Oktober 2020. Tidak ada diusulan pemda melalui aplikasi Sistem Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG).
  • KPM yang bermasalah di tahun 2020 namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos di Tahun 2021.
  • KPM dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) invalid.
  • KPM yang sudah dinonaktifkan.
  • KPM yang dilaporkan meninggal.
  • KPM bansos ganda.
  • BPK juga menemukan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tidak terdistribusi dan KPM tidak bertransaksi bansos PKH dan Sembako/BPNT dengan nilai saldo yang belum disetor ke kas negara sebesar Rp1,11 triliun.

Mensos Bu Risma, tentu tidak menerima hasil temuan itu. Mensos membantah dan menyatakan dalam 5 hari temuan itu sudah dapat diselesaikan. Suatu proses kecepatan yang luar biasa. Mensos saat ini bekerja luar biasa sebagai pemadam kebakaran dengan titik api yang banyak. Early warning system tidak jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun