Ada logika terputus, jika semangatnya mendorong kegairahan maskapai penerbangan dengan melonggarkan 100% seat pesawat, kenapa diharuskan penumpang Swab-PCR yang biayanya 4 kali lipat dan tidak boleh  Swab-Antigen. Para pejabat yang terhormat itu paham betul, karakter penumpang pesawat dalam masa pandemi adalah mereka yang butuh dan ada keperluan penting untuk bepergian dengan pesawat.
Jika  alasan untuk memastikan, benar-benar penumpang yang berangkat itu negatif Covid-19, apakah dengan Swab-Antigen diragukan? Kalau diragukan kenapa transport darat boleh Swab-Antigen. Lantas apa makna Vaksinasi yang efikasinya 70-80%. Lantas apakah ada korelasi adanya full seat pesawat dengan menggunakan Swab-Antigen atau Swab-PCR?
Fakta yang tidak terbantahkan,  uang penumpang lebih banyak terkuras dengan kewajiban Swab-PCR, jika dibandingkan dengan Swab-Antigen. Kemana uang itu? Mengalir sebagian masuk kantong pebisnis Swab-PCR,  dan sebagian lagi ke negara-negara peng-export bahan baku PCR. Boleh jadi perusahaan bahan baku PCR di luar negeri itu, sahamnya juga dimiliki pengusaha oligarki Indonesia.
Kebijakan tiga pilar PPKM Satgas Covid-19, Menhub, Mendagri yang tertuang dalam Inmendagri Nomor 53/2021, apakah boleh dikatakan  abuse of power,  atau  maladministration dalam teori administrasi pelayanan publik, hanya waktu yang membuktikannya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H