Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Solusi Fatamorgana Defisit JKN

20 Desember 2019   00:26 Diperbarui: 20 Desember 2019   00:30 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saat Rapat Kerja dengan Menteri Kesehatan, Komisi IX DPR RI sepakat mengusulkan revisi atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 yang mengatur kenaikan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan akan berlaku 1 Januari 2020. Komisi IX DPR RI meminta Pemerintah tidak menaikkan BPJS Kesehatan Kelas III.

"Pokoknya, kami mau tidak ada kenaikan iuran peserta PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah) Kelas III. Perpres Nomor 75  Tahun 2019 mau ditunda atau direvisi, ya monggo. Yang penting iuran BPJS khusus Kelas III tidak naik," tegas Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh saat Raker dengan Menteri Kesehatan, Dirut BPJS, Dewas BPJS dan Kepala DJSN di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Dengan sikap tegas DPR tersebut, lantas Menkes Terawan mengajukan usulan kompromi dengan mengajukan alternatif kedua solusi dari 3 alternatif yang sudah dibuatkan formulasinya.

Apa saja 3 solusi dimaksud, sebagai berikut : "Alternatif pertama, usulan subsidi pemerintah atas selisih kenaikan iuran JKN pada peserta PBPU dan BP  Kelas III. Tapi, kami masih menunggu kepastian jawaban Menteri Keuangan," kata Terawan.

Alternatif kedua, Terawan melanjutkan, memanfaatkan profit atas klaim rasio peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang diproyeksikan pada tahun mendatang akan ada profit akibat kenaikan iuran JKN berdasarkan Perpres 75/2019. Alternatif ketiga, kata Terawan, Kementerian Sosial sedang melakukan perbaikan kualitas data PBI sekaligus mengintegrasikan data PBI dengan Data Terpadu Program Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Ujung dari pembahasan dengan DPR tersebut, disepakati dipilihlah alternatif kedua memanfaatkan profit atas klaim rasio peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang diproyeksikan pada tahun mendatang akan ada profit akibat kenaikan iuran JKN berdasarkan Perpres.

BPJS Kesehatan dan DJSN mengamini solusi yang disampaikan Menkes, dan bagi DPR yang penting jangan naik peserta JKN  mandiri kelas III. Titik !.

Solusi fatamorgana 

Mari kita  cermati  kondisi empiris yang berlangsung saat ini, dalam penyelenggaraan JKN sejak dimulainya Program JKN 1 Januari 2014.  Kita tahu bersama pada tahun 2014 saja sudah defisit Rp. 3,3 triliun , dengan iuran PBI Rp.19.225/POPB ( DJSN menghitung Rp. 27.000/POPB), dan defisit terjun bebas sampai saat ini.

Defisit tidak terbendung karena kenaikan iuran PBI berikutnya 2 tahun kemudian ( 2016) hanya sedikit yaitu Rp.23.000/POPB, sedangkan waktu itu DJSN menghitung idealnya naik Rp. 36.000/POPB.  Sudah jelaslah defisit.

Dr. Asih Anggota DJSN menyebutkan bahwa defisit yang terjadi adalah defisit struktural. Defisit yang terjadi secara terstruktur. Pada tahun 2015, DJSN bekerjasama dengan FKM UI ( Tim Prof Budi Hidayat), melakukan penelitian di beberapa Puskesmas dan RS menyimpulkan bahwa rata-rata  pembiayaan JKN untuk setiap peserta adalah Rp. 51,000/POPB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun