Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara mengusut dugaan terjadinya penyimpangan yang dilakukan rumah sakit swasta dan klinik di Medan melalui klaim dana BPJS Kesehatan bagi masyarakat.
"Tim Intelijen Kejati Sumut tahun 2019 ini telah menemukan permainan yang dilakukan salah satu rumah sakit swasta di Medan dan kasus tersebut sedang diselidiki Aspidsus Kejati Sumut," kata Asintel Kejati Sumut, Leo Simanjuntak di sela-sela memperingati Hari Bakti Adhyaksa ke-59 di Kejati Sumut, Jumat (19/7) seperti dilansir Antara.
Berita di atas dimuat oleh hampir semua media online, maupun media cetak dengan sumber berita Antara. Sesuatu  yang sudah lama saya khawatirkan akan terjadi. Analisa saya Medan adalah pintu masuk kejaksaan untuk melakukan penyidikan dan penyelidikan ke Rumah Sakit yang bermitra dengan BPJS Kesehatan untuk melayani program JKN. Bukan tidak mungkin langkah yang sama akan dilakukan Kejaksaan Tnggi di provinsi lain, mengingat persoalan defisit DJS untuk JKN yang diselenggarakan oleh BPJS kesehatan  membengkak pada tahun 2018 sebesar Rp. 9,1 Triliun, sesuai hasil audit BPKP  dan merata di seluruh provinsi.
Masih dalam berita yang sama Leo Simanjuntak menyatakan penyimpangan dana BPJS tersebut, diduga melibatkan puluhan rumah sakit swasta. Namun yang baru terbongkar satu rumah sakit yang beroperasi di Kota Medan, Ibu kota Provinsi Sumatera Utara.
"Padahal rumah sakit di Medan diperkirakan ada puluhan unit. Jika satu rumah sakit saja merugikan keuangan miliaran rupiah dan berapa puluh miliar rupiah kebocoran uang negara," ujarnya . Ia menyebutkan, penyimpangan klaim dana BPJS Kesehatan itu berupa klaim biaya menginap di rumah sakit, biaya obat, biaya perawatan dokter, pemeriksaan dan lainnya.
"Saat ini, Tim Aspidsus Kejati Sumut tengah melakukan penyelidikan untuk mengungkap kasus yang merugikan masyarakat dan negara," kata dia. Ia menjelaskan, temuan Intelijen Kejati Sumut, dari tahun 2014 sampai 2018 potensi kerugian negara mencapai Rp 5 miliar untuk satu rumah sakit. "Saya minta kepada rumah sakit maupun klinik agar tertib dan jangan melakukan penyimpangan," katanya.
Bayangkan jika satu RS kerugian negara ( sebagian besar uang peserta JKN), mencapai Rp. 5 miliar, ada berapa puluh RS di Sumatera Utara yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, berapa ratus miliar kerugiannya. Walaupun saya belum dapat membayangkan dasar hitung-hitungan pihak Kejaksaan sampai menemukan angka 5 miliar tersebut.
Jika sudah seperti ini langkah Kejaksaan Tinggi, pihak-pihak terkait  harus tidak tinggal diam. IDI harus berbicara. GP Farmasi harus juga berbicara, dan terlebih-lebih PERSI tidak boleh tiarap.
BPJS Kesehatan sudah bereaksi. , Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf angkat bicara. "BPJS Kesehatan menyampaikan terima kasih atas langkah proaktif Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dalam mengawasi dan menegakkan hukum, khususnya dalam penyelenggaraan Program JKN-KIS. Hal ini sangat penting bagi kesuksesan dan kesinambungan program yang sangat strategis tersebut," katanya, Minggu (21/7/2019).
Lebih lanjut Iqbal  memberikan tanggapan terhadap adanya laporan pada periode waktu tahun 2014-2018, bahwa BPJS Kesehatan di wilayah Sumatera Utara membayar klaim di beberapa RS lebih dari jumlah klaim yang seharusnya dibayarkan.
Menurutnya, berdasarkan data yang dimiliki BPJS Kesehatan, pihaknya membayarkan klaim sesuai dengan angka yang telah diverifikasi.