Tradisi Mantunu dari suku Toraja, Sulawesi Selatan tidak akan pernah lepas dari pemanfaatan hewan ternak babi dalam acara Rambu Tuka dan Rambu Solo.
Mantunu adalah tradisi atau adat warisan leluhur dari suku Toraja, Sulawesi Selatan yaitu aluk To'dolo atau kepercayaan leluhur nenek moyang suku Toraja. Dimana Mantunu merupakan upacara penyembelihan hewan yaitu babi maupun kerbau yang dilakukan secara turun-temurun yang dilakukan oleh masyarakat Toraja.
Dalam upacara adat di suku Toraja budaya mantunu  merupakan hal yang selalu ada dalam acara-acara adat Toraja baik itu rambu tuka' seperti mangrara banua (syukur atas berdirinya sebuah Tongkonan), syukur panen, dan pesta pernikahan dan rambu solo yaitu upacara kematian, dimana penyembelihan hewan sebagai korban yang sangat penting dalam tradisi "mantunu" yaitu babi dan kerbau. Dimana babi dan kerbau dalam masyarakat Toraja mempunyai pandangan bahwa nenek moyang babi dan kerbau bersaudara dengan manusia. Karena itu babi dan kerbau merupakan ciri khas hewan dari masyarakat Toraja.
Dalam mitos dan beberapa Ullean Pare atau cerita dogeng rakyat Toraja bahwa babi dan kerbau yang telah disembelih sesuai dengan persetujuan bersama nenek moyang terdahulu. Â Inti dari kepercayaan tersebut di yakini hewan ternak babi dan kerbau yang digunakan sebagai persembahan demi mendatangkan rezeki. Tetapi yang terpenting adalah bahwa dalam acara mantunu tersebut adalah sebuah relasi kebersamaan yang dapat mengumpulkan anak cucu dari untuk menyembeli hewan tersebut sebagai rasa hormat dalam melakukan upacara adat tersebut.
Perubahan budaya Toraja sering dengan generasi semakin menghilangkann filsafat holism tallu lolona yang telah memudar. Filsafat Tallu lolona merupakan Tallu Lolona artinya tiga pucuk kehidupan yaitu manusia, tumbuhan dan hewan.
Dari tiga hal ini lolo tau (manusia) yang paling kudus dan paling mulia. Perubahan budaya Toraja ini terdiri dari holisme ke antroposentrisme, pergesaran dari kehidupan social holistic kearah yang lebih kompartementalisasi kehidupan social, pergesaran dari penataan ritual, pergeseran dari heterogenitas versi ke homogenisasi dan estetisasi budaya. Sehingga muncul factor- faktor yang membuat orang ingin lebih dalam melakukan upacara mantunu seperti gengsi dimana dalam strata social keluarga Toraja jika semakin banyak kerbau maupun babi yang di tunu (di korbankan) maka strata social orang tersebut semakin tinggi atau kaya (Sugi).
Factor selanjutnya itu adanya membagian warisan kepada keturunannya dimana semakn banyak babi atau kerbau yang disembelih maka semakin banyak pula mendapatkan harta warisan. Dan factor yang terakhir yaitu sebuah tuntutan terhadap kasta masyarakat Toraja. Dimana di bagi menjadi tiga yaitu seorang keturunan bangsawan, orang biasa, dan budak.
Setiap tingkatnya mempunyai aturan tersendiri dalam melakukan tradisi. Sehingga orang Toraja terkenal akan budaya mantunu tersebut. Walaupun Mantunu bertentang dengan ajaran Kristen bahwa korban sembelihan bagi orang mati adalah penyembahan berhala tetapi dalam budaya Toraja kerbau dan babi yang di sembelih di percaya sebagai rasa syukur, mendatangkan kebahagian, dan pengantar arwah dalam perjalanan ke puya. Selain itu sebagai pengantar arwah dalam perjalanan ke puya tetapi terlebih kebutuhan hidup di puya. Hal ini diartiakan kehidupan akhirat sama dengan kehidupan saat ini.Â
Dalam tradisi mantunu, babi dan kerbau membutuhkan biaya yang cukup besar. Dimana harga kerbau dan babi bukanlah hewan yang murah di Toraja melainkan hewan yang mahal.
Harga kerbau mulai dari harga 25 juta sampai milirian dan babi tergantung dari ukurannya yaitu 2,4 juta sampai kurang lebih 10 juta. Hal ini membuktikan bahwa harga-harga itu mengungkapkan bahwa suatu penilaian yang mendefinisikan babi dan kerbau sebagai binatang tetapi saudara manusia seperti dalam mitos penciptaan, sesuatu yang sacral. Dimana sebagai orang toraja asli harus menggelar ritual acara tersebut meskiupun dikatakan boros atau hambur-hambur uang tetapi sebetulnya hal tersebut dilakukan sesuai dengan kesanggupan kita. Maka dari itu, istilah kinallo lalan sampai sekrang masih di lakukan dengan cara babi dan kerbau yang dikorbakan harus di sembelih di halaman rumah atau tempat pelaksanakaan acara tersebut.
Babi dan Kerbau yang merupakan kelimpahan biodiversitas Toraja dan salah satu kearifan lokal masyarakat Toraja yang perlu dilestarikan karena hewan tersebut memiliki nilai filosofi, pemanfaatan, dan arti penting bagi masyarakat suku toraja