Mohon tunggu...
Sirilus
Sirilus Mohon Tunggu... Guru - pencinta budaya terutama budaya Manggarai dan filsafat. Juga ingin studi antropologi.

Saya ingin mengajak kaum muda untuk melestarikan budaya kita. Ini adalah harta kekayaan kita yang berharga. Saya juga peduli dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Untuk itu subscribe chanel youtube saya :motivasi hidup . Chanel ini berisi musikalisasi puisi dan video mengenai budaya dan daerah wisata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Bandingkan Skincare dengan Beras: Ini Alasannya

5 Maret 2024   00:00 Diperbarui: 5 Maret 2024   00:09 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan Bandingkan Skincare Dengan Beras: Ini Alasannya

Topik menarik yang mnejadi topik pilihan dalam media kompasiana dengan membandingkan respon masyarakat mengenai kenaikan skincare dan beras. Dengan mengutarakan kenaikan beras tidak terima atau aksi protes dilakukan, sedangkan kenaikan skincare menerima sepenuh hati. 

Saya kurang setuju dengan ulasan ini, yang membandingkan kedua harga barang ini. Tidak setuju dengan persepsi latarbelakang keberadaan status sosial konsumen. Aksi protes dengan kenaikan harga beras ini memengamati situasi keberadaan status sosial kaum ekonomi lemah. Pertanyaan fundamental, apakah kenaikan beras dipengaruhi oleh tingkat konsumen skincare yang meningkat? Tentu tidak.

Alur pemikiran bahwa tidak mungkin orang miskin membeli skincare yang harga mahal atau tidak mungkin kaum ekonomi lemah membeli skincare. Yang diutamakan oleh kaum ekonomi lemah adalah makanan sebagai kebutuhan pokok. Skincare ini hanya berlaku bagi kaum elit yang kaya raya, yang memiliki banyak uang. Kaum elit yang dalam kelompok-kelompok membandingkan skincare milik masing-masing dengan brandnya yang ada. Sedangkan kaum miskin yang terpenting dapat makan saja.

Semua orang pasti menjadikan nasi sebagai makanan pokok, entah orang kaya maupun orang miskin. Semua orang akan mencari makanan pokok ini sebagai kebutuhan primer. Sedangkan skincare hanya kebutuhan sampingan berdasarkan status ekonomi, bergantung pada kemampuan membelinya dan tidak menjadi kewajiban kebutuhan tubuh.

Manusia seandainya tidak makan, akan mati dalam kelaparan dengan kondisi tubuh yang mengenaskan. Tubuh tidak mengunakan skincare tidak berpengaruh akan keberlangsungan hidupnya atau masih bisa bertahan hidup. Yang diutamakan disini dengan aksi protes kenaikan beras adalah keberadaan kaum ekonomi lemah.

Pertanyaan saya kaum ekonomi lemah yang berprofesi sebagai petani, buruh kasar dan sebagainya yang berjemur di bawah terik matahari, apakah masih mengunakan skricare ber-brand terkenal dengan harga fantastis. Saya pikir mereka tidak mengunakannya. Lantas akan luntur dengan tetesan keringat dan tidak mampu membelinya karena keberadaan ekonomi. Lebih mementingkan kebutuhan pokok.

Yang menjadi titik tolak pertanyaan kenaikan beras dalam pemikiran saya jika membandingkan dengan harga skincare adalah siapakah yang memiliki kecerdasan dalam berpikir? Kaum ekonomi memiliki kecerdasan berpikir yang luar biasa. Letak pemikiran yang luar biasanya terletak pada menerima dirinya sesuai dengan yang diciptakan oleh yang mahakuasa. 

Mereka selalu menampilkan diri apa adanya. Tidak terpengaruh dengan propaganda iklan. Propaganda sekali bilas badan putih seperti yang ditampilkan dalam video iklan, apakah benar akan begitu? Faktanya ketika digunakan tetap akan memiliki wajah seperti aslinya, sesuai keaslian kulit.

Skincare hanya menjadi kebutuhan dari kalangan tertentu saja. Kalangan yang mungkin karena profesi dan latarbelakang ekonomi. Kaum lemah meskipun harga skincare ini muah dijangkau yang brand terkenal, saya pikir masih mempertimbangkan untuk membelinya. Untuk apa dibelikan barang itu. Ingin tampil dimana dan mau mencari apa. Tetap mereka pada konsep berpikir yang penting kebutuhan pokok terpenuhi, uang lebih disimpan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun