Di tengah pandemik seperti ini aktivitas kuliah tidak berjalan seperti biasa. Aktivitas belajar tidak berlangsung di kelas, Dimana interaksi saling belajar terjadi dan dengan cepat memahami karena ada Tanya jawab. dengan adanya kuliah online ini praktek lapangan tidak ada lagi. Artinya pengetahuan bisa saja kabur dari ingatan, tidak terasah dan dibiarkan terlena. Tanpa kreativitas dari mahasiswa itu untuk belajar sendiri, mencari tahu dan membongkar balik halaman buku, melihat di youtobe pengetahuan mahasiswa itu tidak akan bertambah. Menjadi mahasiswa adalah menjadi pribadi yang belajar. Yang setiap hari bergaul dengan buku, dan alat-alat tertentu untuk menunjang proses belajar.
Apa yang dilakukan mahasiswa di tengah pandemik ini? Apakah dengan tidak adanya perkuliahan di kampus, proses belajarnya juga berhenti, karena kuliah online tidak seperti kuliah di kelas. Mahasiswa bisa saja dengan seenaknya tidur nyenyak, bangun kesiangan, main game, bergadang dan lupa untuk belajar. Mahasiswa seperti ini adalaha tipe mahasiswa yang tidak memiliki orientasi kuliah yang jelas. Atau bisa saja motivasi awal untuk kuliah kalah karena tantangan pandemik korona. Tantangan yang tidak mampu dihadapinya. Akan tetapi mahasiswa yang memiliki orientasi dan menginginkan prestasi serta menghasilkan sesutau yang membanggakan tentu akan terus belajar, mencari tahu dan bekerja keras memahami materi.
Mahasiswa filsafat yang pergelutannya sebagian besar dengan membaca buku, mengali pemikiran tokoh-tokoh dan relevansi bagi kehidupan, dengan virus seperti ini tidak menjadi halangan baginya dalam belajar. Setiap hari dengan sistem jaga jarak, dia bisa membaca banyak buku menambah pengentahuannya. Duduk diam di kamar dan mulai mengali pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh. Jaga jarak memberi aroma positif bagi mahasiswa filsafat di tengah pandemik ini. Sebagai mahasiswa yang berpikir kritis dengan bertolak pada pemikiran tokoh-tokoh, mereka bisa mengkritisi segala keputusan yang ada di tengah pandemik ini. Karena keputusan-keputusan dari pihak tertentu yang tidak sesuai dengan keberadaan rakyat mesti dikritis dan yang mengritisi salah mesti dikoreksi.
Mahasiswa filsafat sebenarnya harus menunjukkan itu di saat pandemik ini. Berusaha untuk kreativitas dengan argumentasi-argumentasi yang logis untuk membangun kehidupan berbangsa yang sejahtera. Mecoba untuk mengkontekstualkan pengetahuan yang dapat dengan keberadaan sekitar sekarang. Mengerakkan relavan untuk mengkritisi tokoh-tokoh tertentu yang tidak dengan tepat mengambil keputusan di tengah pandemik ini.
Menulis Opini
Cara kita mengkritisi bukan dengan turun ke jalan, bersorak-sorai agar peraturan di pertegas dan yang belum jelas di jelasin. Tingkah laku seperti ini akan merugikan keberadan dan kesejahteraan hidup bersama. Dan kita tidak menjadi panutan bagi orang lain dan tidak menunjukkan pribadi yang mengkritisi. Di tengah pandemic ini cara untuk mengkritisi adalah melalui opini. Dengan membuat opini dan mempublikasikan di media. Berusaha untuk menyadarkan segenap kalangan akan pentingnya akan hal-hal tertentu.
Menulis opini dengan ini tanpa melanggar etika komunikasi, yaitu dengan tidak mengunakan kata-kata makian, dan kata-kata yang merendahan martabat orang lain. Etika dalam menulis opini itu penting dalam kehidupan bersama. Agar yang kita sampaikan tidak menjadi persoalan dari pihak-pihak tertentu. Opini disini berusaha untuk mengkritisi pemerintah dan orang-orang yang tidak mengiyakan peraturan pemerintah demi kebaikan bersama di tengah pandemik ini.
Dunia Sastra
Di tengah pandemik ini kita berkarya dalam dunia sastra, menulis puisi yang dapat menghibur orang-orang yang lagi  galau dan kesepian di tengah pandemik ini. Bukan hanya itu kita juga bisa mengkritisi melalui puisi, humor dan karkikatur. Yang terpenting hal itu untuk kepentingan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H