Setiap hari intensi hidup dari manusia terkadang berubah. Berubahnya tujuan hidup manusia setiap harinya tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi. Dengan keberadaan teknologi yang kian canggih dan menjadi tangan kedua dari pribadi manusia, manusia itu sendiri bergantung padanya. Selain dibilang ketinggalan jaman apabila tidak mengunakannya, juga akan diperhitungkan sebagai manusia yang tidak menitikberatkan kerja pada alat bantu. Teknologi menjadi alat bantu kerja manusia.
Anak-anak muda zaman sekarang cita-citanya setinggi langit, ada yang ingi menjadi dokter, presiden, youtobers, dosen, tentara, dan sebagainya. Namun saya ebih memilih untuk menjadi seorang petani. Kenapa saya memilih menjadi petani? Setidaknya ada ribuan heltar tanah masyarakat Indonesia yang salah dimanfaatkan dengan pola pengolahan yang keliru. Lahan-lahan kosong ada dimana-mana, karena masyarakat Indonesia menganggap tanah itu tidak memiliki potensi subur untuk menghasilkan tanaman yang bermutu. Saya memilih menjadi petani untuk memanfaatkan potensi ini. Saya ingin merevolusi mental petani Indonesia.
Saya menawarkan pola bertani ala revolusi 4.0 dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Dengan pengolahan yang serba teknologi. Pengolahan pertama yang ingin saya tawarkan adalah soal waktu kerja. Saya ingin menyadarkan petani-petani Indonesia berkaitan dengan waktu yang efektif dalam bekerja. Dari hasil pengamatan saya, am kerja petani Indonesia selama ini tidak efektif. Di Manggarai misalnya, petani bekerja star dari pukul 08.00, artinya jam kerja tidak lagi efektif. Jam kera efektif menurut saya itu di mulai pukul 05.00. kerja dimulai saat terik matahari belum memanas.
Pekerjaan menjadi petani bukanlah pekerjaan yang rendah, kotor melainkan sebuah pekerjaan yang bisa menghasilkan potensi kekayaan yang berlimpah seandainya kita menjadi petani yang bekerja dengan mengunakan akal yang berpikir secara modern. Dalam hal ini saya lebih memilih untuk menjadi petani Lombok dan tomat. Bekerja sebagai petani Lombok dan tomat bagi saya dapat menghasilkan keuntungan yang berlimpah. Cara pengolahannya pun dengan sistem modern.
Pengolahannya dengan membuat gundukan tanah per bagian, dengan menguburkan sampah sampah daun kering yang sudah di olah. Kemudian membiarkan membusuk sampai membentuk humus dalam kurung waktu 2-3 minggu. Setelah itu di campur lagi tanahnya dan mulailah menanam.
Salah satu kegaggalan petani Indonesia menurut saya dalam bercocok tanam adalah terletak pada sistem pengolahan tanaman. Misalkan saja di Manggarai dalam sistem menanam padi. Sistem menanam padi di Manggarai saat menanam itu satu kali tanam pada satu lubang bisa 5-6 butir tanaman padi kecil. Padalah yang akan menghasilkan padi nanti anak dari tanaman padi itu. Artinya tanaman padi yang kita tanam akan beranak lagi. Dan sistem tanam seperti ini dengan jarak yang dekat akan membuat anakan dari padi itu tidak berkembang. Inilah yang akan saya ubah saat saya menajdi petani. Makanya saya memilih untuk menjadi petani.
Perhatikan Negara-negara maju yang sistem pertaniannya maju. Maju bukan karena tanahnya yang subur tetapi karena sistem pengolahannya yang maju dengan pola pikir yang baik. Tanah kita merupakan tanah yang subur, dengan pengolahan yang baik saya pikir bisa menghasilkan tanaman yang berkualitas dan berlimpah. Kita dapat menjadi petani yang berpenghasilan tinggi. Oleh karena itu sumber daya manusia dalam menjadi petani itu penting. Saya pikir pengetahuan yang saya miliki sekarang cukup untuk menjadi petani yang berkualitas, cukup untuk mengolah tanah untuk menghasilkan tanaman yang berbobot. Menjadi petani itu dapat membuat kaya sebenarnya.
Pilihan hidup saya untuk menjadi petani ini juga untuk menyadarkan petani-petani sekitar saya bahwa cara pengolahan tanaman yang baik itu seperti ini. Dengan demikian pengetahuan yang kita miliki bisa terbagi dan ditiru oleh petani-petani lain. singkat kata, menyadarkan orang lain itu bukan dengan kata-kata, pidato yang hebat. Tetapi melalui kerja nyata. Berbicara melalui kerja akan cepat membuat orang tersadarkan.
Orangtua saya petani, saya tahu dimana letak kekeliruan mereka dalam bertani. Saat menjadi petani itulah yang akan saya perbaiki, tentu bukan menyuruh mereka untuk merombak apa yang mereka tanam, akan tetapi memperbaiki apa yang telah mereka tanam dan membuka lahan baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H