Mohon tunggu...
Charlotte PBandono
Charlotte PBandono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Batuah Barajaki

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

(Kreanova) CornBon: Serap Karbon Hasilkan Pangan!

11 November 2024   22:16 Diperbarui: 11 November 2024   22:18 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber Gambar: Ilustrasi Pribadi

Selain memperbesar peluang penyerapan karbon, tumpang gilir tanaman jagung dan kedelai. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi masukan pupuk Nitrogen (N) sintetik dengan memanfaatkan simbiosis Rhizobium pada tanaman legum (baca: kedelai), yakni fiksasi N biologis (Du, dkk. 2020). Menurut Khorramdel, dkk. (2013), sistem input pupuk sintetik yang rendah menghasilkan lebih banyak biomassa akar, yang penting untuk sekuestrasi karbon dalam jangka panjang.

Khusus daerah dataran tinggi (Dieng, Gayo, Kerinci, dll.), sistem CornBon dapat  ditopang dengan menanam  tanaman tahunan berkayu sebagai penguat teras lahan. Daerah dataran tinggi umumnya memiliki kemiringan lahan hingga > 30% sehingga berpotensi terjadi erosi (Indrayati, 2013).  Zade, dkk (2020) menyatakan tanaman tahunan memiliki kecenderungan untuk meningkatkan penangkapan karbon dari atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk selulosa di batang, dahan, ranting, dan akar. Pada tanaman tahunan, penyimpanan CO2  juga relatif  lebih lama. Hal ini dikarenakan tegakan tanaman tetap hidup dan produktif  sampai beberapa tahun ke depan sehingga mampu menyimpan karbon terus-menerus. Selain itu, tanaman tersebut dapat menekan laju erosi (Harisman, dkk., 2019). Akar pada tanaman tahunan berkayu dapat menembus lapisan tanah yang dalam sehingga memperbesar penyimpanan karbon dalam bentuk biomassa akar serta menahan pengikisan lapisan tanah.

Praktik CornBon secara luas dapat didukung melalui sertifikasi yang diikuti pemberian insentif bagi petani yang menerapkannya. Sejauh ini, insentif hanya diberikan pada sektor kehutanan dan agroforestri, seperti pada program Reducing Emission from Deforestration and forest Degradation (REDD+). Dalam program ini, negara maju memberikan insentif kepada negara-negara berkembang yang mempertahankan eksistensi hutannya. Sekalipun mengurangi emisi karbon, REDD+ hanya memenuhi kebutuhan pelestarian lingkungan, tetapi tidak menopang penyediaan pangan manusia.

Sampai saat ini, belum ada insentif ekonomi kepada pelaksana pertanian karbon di Indonesia. Skema pemberian insentif program REDD+ dapat diadopsi. Pemberian insentif dapat dilakukan oleh pemerintah daerah melalui dinas terkait (misalnya dinas pertanian) kepada petani yang menerapkan praktik pertanian karbon. Dana insentif dapat bersumber dari pajak karbon yang selama ini telah dikenakan kepada industri pembangkit listrik tenaga uap batu bara (Kemenkeu, 2021). Dengan cara ini diharapkan pelaku pertanian karbon semakin meningkat sehingga menekan emisi CO2  dari sektor pertanian serta  menjaga stabilitas ketahanan pangan.

Selain itu masyarakat umum juga dapat mendukung pengurangan emisi karbon dalam CornBon. Produk-produk hasil dari pertanian CornBon dapat diberikan label khusus, seperti produk pertanian organik. Labeling dapat menunjukkan bahwa produk tersebut telah disertifikasi sesuai standar pertanian karbon, dalam hal ini CornBon. Berbagai penerapan praktik pertanian karbon akan menunjang serta meningkatkan program pemerintah saat ini, RAN-GRK. Keberlanjutan pertanian karbon juga mendukung pemerintah yang akan datang terkait program CSS. Dalam jangka panjang, praktik-praktik pertanian karbon akan membantu menyelamatkan bumi dari berbagai masalah akibat perubahan iklim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun