Selangkah lagi Indonesia bakal mendulang medali emas. Selama pagelaran Olimpiade Rio 2016, mimpi untuk podium tertinggi masih terus diperam. Hingga hari ke-12 sejak dimulai pada 5 Agustus lalu, Merah Putih baru mendulang dua medali perak yang disumbangkan sektor angkat besi masing-masing atas nama Sri Wahyuni Agustiani (48 kg putri) dan Eko Yuli Irawan dari kelas 62 kg putra.
Di tingkat Asia Tenggara, Indonesia berada di belakang Singapura (1 emas), Vietnam ( 1 emas dan 1 perak) dan Thailand (2 emas, 1 perak dan 1 perunggu). Tentang kedigdayaan Thailand di tingkat regional tak perlu diperbincangkan lagi. Sementara Singapura dan Vietnam cukup mengagetkan dengan raihan sekeping emas.
Sejak pertama kali mengikuti Olimpiade pada tahun 1952, Vietnam baru kali ini mendulang emas. Adalah perwira militer bernama Hoang Xuan Vinh yang memutuskan mimpi panjang tersebut. Di partai final, Sabtu (6/8) lalu, pria 41 tahun itu mengumpulkan poin terbanyak di cabang menembak nomor 10 meter air pistol.Ia mengalahkan wakil tuan rumah Felipe Almeida Wu dan juara bertahan juara bertahan sekaligus favorit Wei Pang (Tiongkok).
Sementara emas Singapura diraih perenang muda Joseph Isaac Schooling. Turun di nomor 100 meter gaya kupu-kupu, pria 21 tahun itu tampil tercepat dengan catatan waktu 50,39 detik, mengungguli Chad Le Clos dari Afrika Selatan, Laszlo Cseh asal Hungaria dan sang jagoan sekaligus idolanya dari Amerika Serikat, Michale Phelps. Dengan catatan waktu yang sama, 41,14 detik, ketiganya harus puas mendapat perak.
Kemenangan straight set atas unggulan pertama dari Tiongkok Zhang Nan/Zhao Yunlei, 11-21, 14-21, Selasa (16/8) pagi WIB mengantar keduanya ke partai final. Bersama pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying, mereka akan bertempur untuk merebut emas yang sama-sama dirindukan oleh negaranya.
Pukul 22.30 WIB, tepat di hari kemerdekaan kita, Owi/Butet akan tampil merebut emas dan menjaga kehormatan bangsa. Statistik jelas menjagokan Owi/Butet. Owi/Butet yang diunggulkan di tempat ketiga baru sekali kalah dalam sembilan pertemuan. Pertemuan terakhir baru saja terjadi dalam hitungan hari yakni di fase grup C. Saat itu, Owi/Butet menang mudah, dua set langsung, 21-15 dan 21-11.
Berhasil mencapai final menjadi bukti bahwa Chang/Goh tak bisa diremehkan. Di babak semi final, pasangan rangking 11 dunia itu menumbangkan lawan yang lebih baik, baik dari segi peringkat maupun rekor head to head.
Status rangking 6 dunia, terbukti tak menggaransi juara Indonesia Open Super Series Premier 2016, Xu Chen/Ma Jin meraih kemenangan. Catatan positif Xu/Ma, tujuh kemenangan dari sembilan pertemuan, berakhir dengan kekalahan dua game langsung, 21-12 dan 21-19.
Dengan tanpa meremehkan statistik dan kompetensi, faktor-faktor non teknis seperti motivasi tak bisa dipandang remeh. Kecakapan memainkan bola di depan net seperti yang menjadi keunggulan Butet, pun smash-smash keras menukik khas Owi, bisa saja menguap disulut grogi dan emosi. Satu kesalahan kecil karena hal sepele bisa berujung petaka.
Di atas sudah sedikit disinggung. Kedua pasangan memiliki impian yang sama. Olahragawan mana yang tak ingin menginjak podium tertinggi di ajang terakbar sejagad? Menggigit keping emas sambil mengacungkan buket spesial di bawah sorotan kamera dan menjadi buah bibir seantero dunia adalah mimpi setiap orang. Itulah yang kini ada di benak mereka yang kan membakar semangat dan mempertebal tekad. Dan kini kedua pasangan sedang mengisi amunisi energi untuk memenangkan langkah terakhir.
Tanpa meremehkan sang lawan, Â Owi/Butet membutuhkan emas itu, tak hanya untuk kebanggaan bersama, juga melengkapi torehan prestasi yang sudah mereka raih.