Banyak komentar lepas berseliweran seiring bergulirnya Indonesia Open Super Series Premier. Hingga berakhirnya hari ketiga penyelenggaraan banyak celotehan mengemuka mulai dari soal kondisi venue dadakan dengan serba kekurangan di satu sisi dan kelebihan di sisi lain seperti lebih terasa dingin, hingga kejutan demi kejutan yang terjadi.
 Tentang hal yang terakhir ini komentar yang mencuat kira-kira demikian. "Bila ingin merasakan keseruan maka jangan sampai menunggu hingga babak semi final dan final." Komentar ini mengacu pada penampilan para pemain Indonesia yang tidak sedikit jumlahnya saat berlaga namun perlahan tetapi pasti mulai tereliminasi satu per satu.
Tampaknya komentar ini sangat terasa hari ini. Seperti tahun-tahun kemarin, paling kurang sejak 2013, bergugurnya para pemain andalan secara tak terduga membangkitkan penyesalan. Sesal karena gagal mewujudkan harapan, tentu saja. Dari pihak penonton rasa sesal itu semakin berganda terutama mereka yang sengaja menunda untuk datang ke arena dengan harapan bisa menyaksikan para idola berlaga di babak-babak akhir.
Bagi para penggemar Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo penyesalan itu tak bisa ditutup-tutupi. Alih-alih melihat sang jagoan berbicara banyak di tanah air, malah harus terkapar di laga perdana.
Ganda nomor satu dunia ini tidak bisa berbuat banyak saat ditantang Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen. Pemain Denmark berperingkat 20 dunia menang straight set 16-21, 16-21 hanya dalam tempo 34 menit.
Kekalahan Marcus/Kevin ini jelas tidak bisa diterima dengan mudah. Rekam jejak duo "Minions" itu sangat superior di hadapan Kim/Andres yang tidak pernah menang di dua pertemuan sebelumnya. Selain itu, Marcus/Kevin menghadapi pertandingan ini dengan kepercayaan diri yang tinggi sebagai pemegang hattrickgelar bergengsi mulai dari  India Open, All England hingga Malaysia Open.
Namun melihat bagaimana mereka bermain hari ini segala keagungan tersebut sama sekali tak berbekas. Semua itu tidak lebih dari masa lalu belaka. Kevin kehilangan kegesitannya di depan net. Pria yang sengaja mengubah warna rambutnya itu tak juga berpengaruh di lapangan.
Sementara Marcus yang biasa sigap meng-coverlapangan sama sekali kehilangan peran. Smash-smash akurat plus tipuan-tipuan maut yang biasa mereka perlihatkan tidak terlihat. Singkat kata, keduanya underperformed.
Seusai laga dengan wajah layu mereka mengakui lawan bermain lebih baik. Selain mengeluhkan kondisi angin di lapangan, Kevin juga berdalih bermasalah dengan bahu sejak Rabu pekan lalu. Otot bahu Kevin sobek dan hingga saat ini masih dalam tahap pengobatan oleh tim dokter PBSI.
Pengakuan Kevin itu cukup mengejutkan. Sampai-sampai seorang Taufik Hidayat setengah tak percaya mendengarnya ketika dikonfirmasi awak media. Angin tak bisa dijadikan alasan karena pihak lawan pun merasakan hal yang sama.
Bila sedang tidak fit mengapa paksa bertanding? Apakah kemenangan akan dengan sendirinya menyembuhkan rasa sakit? Bukankah risiko cedera lebih parah bakal terjadi? Tidakkah lebih baik bila urusan tersebut hanya menjadi konsumsi internal antara mereka dan dokter tim bila memang Kevin harus dipaksa bertanding?