Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lelaki Bertato dan Angkot

27 Februari 2017   20:33 Diperbarui: 27 Februari 2017   20:47 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi angkot menuju Lebak Bulus, Jakarta Selatan/Kompas.com

Angkutan kota atau angkot atau angkota masih menjadi moda transportasi primadona dari dan ke Jakarta atau di seputaran daerah-daerah sekitar. Selain murah, jenis kendaraan berupa mini bus atau bus kecil ini lebih fleksibel karena bisa berhenti di mana saja. Meski tempat pemberhentian sudah ditentukan, misalnya terminal, dibanding bus, angkot lebih leluasa menurunkan dan menaikkan penumpang sesuai keinginan penumpang.

Kemudahan tersebut justru mendatangkan persoalan. Lalu lintas menjadi tergangguh oleh pola perjalanan angkot yang ngetematau berhenti di tempat di mana penumpang berada. Pun dengan sengaja menanti penumpang di tempat-tempat yang tidak semestinya seperti di belokan atau persimpangan.

Saya bukan orang yang anti-angkot karena sebelum merantau ke ibu kota, di tempat asal saya angkot adalah sarana transportasi sehari-hari. Situasinya pun tidak jauh berbeda karena stigma buruk angkot itu seperti berlaku di mana-mana.

Bedanya angkot-angkot di daerah saya lebih terawat. Penampilannya pun lebih menarik dengan penamaan pada setiap mobil, plus ornamen-ornamen yang dipadu dengan iringan musik dengan lagu-lagu yang selalu update.Angkot-angkot itu berlomba-lomba memenangkan hati penumpang dengan riasan dan servicemusik, meski kadang dengan volume yang mengganggu indra pendengaran, untuk mengatakan memekakan teling.

Masih ada perbedaan lain. Selain sopir, angkot-angkot tersebut pun memiliki kondektur yang bertugas “menarik” penumpang sekaligus mengatur transaksi pembayaran. Sementara angkot-angkot yang saya temui di ibu kota hanya mengandalkan kerja keras sopir yang mengambil alih seluruh tugas tersebut. Selain itu angkot-angkot di Jakarta dan sekitarnya juga kerap kedatangan penumpang tak diundang. Mereka adalah para pria atau remaja berpenampilan nyentrik dengan gitar atau alat musik seadanya di tangan. 

Angkot dengan banyak penumpang menjadi target utama. Menyempil di antara kursi penumpang, atau biasanya duduk di muka pintu, penumpang tak diundang itu pun segera memainkan alat musik. Tak sampai beberapa saat, hanya menyajikan beberapa potong syair, langsung menyodorkan kantong plastik atau topi ke hadapan penumpang satu per satu. Tujuannya, tidak lain, meminta uang receh. Model yang sama berlaku dari angkot ke angkot.

Jalanan dari arah Pamulang, Tangerang Selatan, Provinsi Banten menuju Lebak Bulus, Jakarta Selatan, jalur favorit saya saban hari, sudah terkenal dengan keramaiannya. Kepadatan lalu lintas sudah menjadi menu sehari-hari. Menghadapi tingkah angkot-angkot, begitu juga kendaraan umum dan pribadi lainnya, beserta segala isinya menjadi makanan saban hari yang tidak bisa tidak dinikmati para penumpang.

Entah berapa banyak angkot yang rutin melintas di jalur tersebut. Banyaknya angkot bertumbuh seiring banyaknya jumlah penduduk. Konon dari segi ini Tangerang Selatan merupakan kota terbesar kedua di Provinsi Banten setelah Kota Tangerang. Serta menjadi kota terbesar kelima di kawasan Jabodetabek setelah Jakarta, Bekasi, Tangerang dan Depok.

Biasanya dari arah Pamulang menuju Lebak Bulus saya harus dua kali mengganti angkot. Pertama mengambil angkot dari arah Muncul yang mengakhiri perjalanannya di Ciputat. Selanjutnya mengambil angkot jurusan Pondok Labu.

Menarik menikmati rutinitas sebagai penumpang angkot. Mengalami banyak peristiwa tak terduga di antara tingkah para penumpang yang memburu dan lalu lintas kendaraan yang seperti tiada matinya. Sampai pada suatu hari, kejadiaan tak mengenakan itu terjadi. Peristiwa itu terjadi dalam perjalanan kembali dari Bandara Soekarno Hatta, Tangerang setelah berlibur di kampung halaman pada akhir tahun lalu.

Setelah turun dari bus Damri yang membawa saya dari bandara internasional itu dengan setengah bergegas saya segera memilih salah satu angkot yang rupanya sudah lama menanti penumpang. Ada beberapa angkot menanti di sekitar tempat pemberhentian sementara di Terminal Lebak Bulus. Di tempat itu  sedang dibangun depo Mass Rapid Transit  (MRT) yang merupakan Angkutan Cepat Terpadu yang sedang diburu pengerjaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun