“Saya mau protes, 20 tulisan saya pernah dihapus dari akun saya,”ungkap Yon Bayu, salah satu pemilik akun Kompasiana dengan nama yang sama membuka keluh kesahnya. Alih-alih terbawa kata-kata Yon, seisi ruang Ruby yang terletak di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Barat, Jakarta Selatan pada Kamis (23/2) petang kemarin, malah menyambutnya dengan derai tawa.
Bukan bermaksud menganggap rendah pernyataan tersebut, reaksi yang sebagian besar datang dari sesama kompasianer yang hadir lebih sebagai reaksi spontan terhadap datangnya suara yang berlawanan dengan suara-suara sebelumnya. Yon adalah penanya terakhir pada sesi tanya jawab yang singkat. Nada beberapa penanya sebelumnya dominan positif, entah sekadar berkomentar atau memberi saran, dan bila mengandung kritik dibungkus secara halus.
Sementara Yon bertanya tanpa tedeng aling-aling, langsung menyasar pada inti keresahan yang rupanya telah dipendam lama. Hilangnya 20 tulisan , menurutnya beberapa dari antaranya telah dibaca hingga ratusan ribu, tanpa alasan yang jelas, jelas menjengkelkan. Bertemu muka dengan Iskandar Zulkarnaen, COO Kompasiana, Nurulloh selaku Asisten Manager, team content dan IT menjadi momen yang pas untuk mengutarakan keresahan itu secara langsung.
“Benar-benar klimaks,”timpal Nurulloh disambut derai tawa hadirin. “Saya juga merasakan hal yang sama bahkan sejak delapan tahun lalu,”sambung pria berkaca mata dengan nama akun Kompasiana Nurul Uyuy itu.
Ya, apa yang dikatakan Yon dan diamini oleh Nurulloh, serta masih banyak keresahan lain yang dirasakan para Kompasianer adalah bagian dari perjalanan platform blog keroyokan itu. Blog yang semula diperuntukan bagi kalangan internal di Kompas Gramedia itu telah berkembang pesat, bahkan jauh dari perkiraan sebelumnya.
Wisnu Nugroho, salah satu saksi hidup Kompasiana, yang hadir saat itu merasakan perubahan gilang gemilang itu. Sosok yang kini menjadi Pemimpin redaksi Kompas.com itu mengaku pada masa-masa awal kehidupan Kompasiana yang masih bersifat eksklusif hanya diisi oleh belasan orang. Perubahan sangat jauh terasa setelah Kompasiana membuka diri untuk umum setahun setelah berdiri pada 2008.
Dalam perjalanan tersebut Kompasiana terus berbenah. Berawal dari kesepian, bahkan dengan identitas berupa sembilan huruf sederhana, Kompasiana berkembang menjadi blog terbesar di Indonesia.
Perubahan yang terus berlangsung itu terasa semakin kencang sejak awal tahun 2017. Bermula dengan mengubah slogan “sharing, connecting” yang telah bertahan selama delapan tahun menjadi “Beyong Blogging.” Dari semula “berbagi, (dan) saling terhubung” menjadi “Lebih dari Sekadar Ngeblog.”
Demi meningkatkan gairah para pengguna dan pembaca, Kompasiana kembali tampil dengan wajah baru. Logo yang telah bertahan selama bertahun-tahun itu dipoles. Sejak hari ini Kompasiana tampil dengan logo baru.
Seremoni yang berlangsung di markas Kompasiana itu menandai perubahan wajah Kompasiana. Semula Kompasiana ditulis dengan huruf miring dengan selipan balon atau “bubble” menggantikan huruf O. Kini Kompasiana mantap berdiri, dan balon itu telah berganti kotak persegi delapan.